Jakarta -
Musim kemarau identik dengan panas terik di siang hari. Namun, ada kalanya suhu udara bisa berubah drastis dan terasa lebih dingin saat malam tiba. Lantas, mengapa kondisi yang demikian bisa terjadi?
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa fenomena ini merupakan hal yang wajar dan lazim terjadi, terutama menjelang puncak musim kemarau. Kondisi ini berkaitan erat dengan dinamika atmosfer, termasuk arah angin dan minimnya awan.
Menghimpun informasi dari BMKG, suhu udara yang terasa lebih dingin di malam hari saat musim kemarau merupakan fenomena alamiah. Kondisi ini umum terjadi pada bulan-bulan menjelang puncak musim kemarau, yang ditandai oleh pergerakan angin dari arah timur, yakni dari Benua Australia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dampak Angin Monsun Timur dari Australia
Pola tekanan udara tinggi di Australia mendorong pergerakan massa udara dari wilayah tersebut menuju Indonesia. Angin ini dikenal sebagai angin monsun timur, yang bersifat kering dan membawa suhu yang lebih rendah ke wilayah-wilayah yang dilaluinya, termasuk sebagian besar wilayah Indonesia.
Angin dominan dari arah timur hingga tenggara tersebut membawa udara kering dan dingin dari daratan Australia ke Indonesia. Akibatnya, pertumbuhan awan menjadi minim, terutama di wilayah seperti Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatra bagian selatan, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan.
"Angin dominan dari arah timur hingga tenggara membawa massa udara kering dan dingin dari daratan Australia ke Indonesia sehingga kurang mendukung proses pertumbuhan awan," demikian keterangan yang dilansir BMKG.
Berkurangnya Jumlah Awan dan Curah Hujan
Selain faktor angin monsun, minimnya pembentukan awan dan berkurangnya curah hujan di wilayah-wilayah tersebut turut memperkuat rasa dingin di malam hari. Tidak adanya uap air atau partikel air dalam jumlah signifikan menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh permukaan bumi pada malam hari tidak tertahan oleh atmosfer.
Langit yang cenderung cerah (clear sky) juga mempercepat pelepasan panas radiasi balik gelombang panjang ke luar atmosfer. Akibatnya, suhu udara di dekat permukaan bumi menjadi lebih rendah, terutama pada malam hingga dini hari. Inilah yang membuat udara terasa lebih dingin selama musim kemarau.
"Kurangnya tutupan awan pada malam hari menyebabkan radiasi panas dari permukaan bumi terpancar ke atmosfer tanpa ada hambatan, mengakibatkan penurunan suhu yang signifikan. Selain itu, angin yang tenang di malam hari menghambat pencampuran udara, sehingga udara dingin terperangkap di permukaan bumi," tulis BMKG.
(wia/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini