Jakarta -
Komisi III DPR RI menggelar rapat dengan Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam kesempatan itu, para legislator menyampaikan protes terkait putusan MK yang dianggap tidak konsisten dan kerap timbulkan polemik.
Rapat itu dilakukan di ruang Komisi III DPR RI, Rabu (9/7/2025), dengan pihak MK dihadiri oleh Heru Setiawan selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen). Salah satu legislator yang menyampaikan protes adalah anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKB, Hasbiallah Ilyas, yang menyoroti putusan MK terutama terkait gelaran pemilu yang terus berubah.
"Menurut saya perlu diseleksi lebih optimal lagi, jangan sampai kita adanya MK ini keluar dari norma yang ada," kata Hasbiallah dalam rapat tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasbiallah juga menyinggung proses pembuatan undang-undang yang sulit dan memakan waktu. Untuk itu, dia mengatakan anggota DPR yang jumlahnya lebih banyak tidak serta-merta kalah dengan para hakim MK yang lebih sedikit.
"Jangan 500 orang (anggota DPR) ini, Pak, kalah dengan 9 hakim, ini bikin Undang-Undang KUHAP ini sudah berapa lama kita belom selesai sampai hari ini," ucapnya.
Kemudian, ada dari Fraksi NasDem Komisi III, Rudianto Lallo, yang meminta MK tidak lagi ambil keputusan yang buat polemik di masyarakat. Dia berharap banyak kepada MK karena merupakan penjaga konstitusi.
"Ya tentu kita berharap MK menjadi penjaga konstitusi kita. Mudah-mudahan tidak ada lagi putusan-putusan yang menjadi polemik di masyarakat," kata Rudianto.
Rudianto juga menyinggung proses pembuatan undang-undang di DPR yang membutuhkan waktu. Jika sering ada putusan MK yang bertentangan, bisa jadi masalah.
"Kalau tiba-tiba satu pasal dianggap bertentangan tetapi justru amar putusan MK ini bertentangan, ini juga problem konstitusi kita, nah ini deadlock jadinya," ungkapnya.
Lebih lanjut, anggota Komisi III, Andi Muzakir dari Fraksi Demokrat, berpesan agar MK konsisten dalam ambil keputusan. Jangan sampai setiap keputusan yang diambil MK selalu berubah dari yang sebelumnya.
"Konsisten dalam mengambil keputusan, jangan setiap periode berubah lagi putusannya, jadi tidak ada konsistensi dalam mengambil putusan, tahun ini serempak berikutnya dipisah, tidak ada konsistensi, mau dibawa kemana negara itu, mungkin itu untuk Mahkamah Konstitusi," kata Andi.
Diketahui, MK telah memutuskan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal. MK mengusulkan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.
(ial/maa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini