Jakarta -
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) mengungkap peran tersangka kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Para tersangka berperan mulai dari pemufakatan jahat pembentukan PDNS hingga memberi suap agar proyek bisa diambilalih.
Kelima tersangka itu diantaranya eks Dirjen Aptika Kominfo 2016-2024 Semuel Abrijani Pangarepan, eks Direktur Layanan Aptika Kominfo Bambang Dwi Anggono (BDA). Kemudian ada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek PDNS Nova Zanda (NZ), eks Direktur Bisnis pada PT Aplikanusa Lintasarta, Alfi Asman (AA) dan Pini Panggar Agusti (PPA) selaku Account Manager PT Dokotel Teknologi (2017-2021).
Kepala Kejari Jakpus Safrianto Zuriat menjelaskan awalnya Perpres 95/2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik mengamanatkan pembentukan Pusat Data Nasional (PDN) untuk mengelola data terintegrasi secara mandiri dan sebagai infrastruktur SPBE Nasional. Namun tersangka Semuel, Bambang, dan Alfi malah bermufakat membuat PDNS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya mula PDNS itu setelah ditertibkan Keppres tersangka SAP bersama dengan tersangka BDA, AA lakukan permufakatan jahat," kata Safrianto dalam jumpa pers di Kejari Jakpus, Kamis (22/5/2025).
Safrianto menyebut ketiganya sengaja membentuk PDNS yang tidak diatur dalam Perpres. Ketiga tersangka merancangnya dengan membuat dokumen sedemikian rupa, lalu meminta Nova Zanda agar digunakan menjadi dokumen lelang.
"Merekalah yang membuat dokumen perencanaannya, membuat kerangka acuan kerjanya sehingga setelah dokumen itu ada menyerahkan kepada tersangka NZ untuk diupload dipergunakan sebagai dokumen lelang," ucap Safrianto.
"Termasuk dipergunakan sebagai satu lagi saya tambahkan mereka juga yang menyusun HPS (harga perkiraan sendiri) dan juga memberikan juga kepada NZ dan dijadikan dokumen lelang, sehingga HPS yang ditetapkan adalah HPS tidak sesuai dengan Keppres pengadaan dan jasa," sambungnya.
Selanjutnya, Pini Panggar Agusti berperan sebagai perantara. Kala itu, Pini adalah Account Manager PT Dokotel Teknologi (2017-2021).
Safrianto mengatakan uang suap itu didapat melalui perbuatan pemufakatan untuk pelaksanaan proyek PDNS. Untuk diketahui, pemenang tender proyek PDNS pertama adalah PT Docotel pada 2020. Kemudian pemenang berikutnya PT Aplikasinusa Lintasarta (AL) pada 2021-2024.
Pada pelaksanaannya, perusahaan pemenang tender ini justru melalukan subkon kepada perusahaan lain. Akhirnya pengerjaan proyeknya tidak sesuai dengan spesifikasi.
"Dalam pelaksanaannya perusahaan pelaksana justru mensubkon-kan kepada perusahaan lain dan barang yang digunakan untuk layanan tersebut tidak memenuhi spesifikasi teknis," ujarnya.
Dalam kasus ini, Safrianto menegaskan kerugian negara masih dihitung. Penghitungan itu dilakukan oleh ahli keuangan negara atau auditor negara di BPKP bersama penyidik.
"Pada hari ini kami luruskan berdasarkan perhitungan sementara oleh penyidik diperoleh fakta kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar. Untuk angka pastinya, belum dapat kami sampaikan pada teman-teman media dan masyarakat karena sedang dilakukan perhitungan," imbuhnya.
(fas/fas)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini