Jakarta -
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menghadiri Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara dengan tema 'Kepemimpinan Negarawan' secara daring melalui konferensi video. Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara MPR RI dan Yayasan Rumah Kita Berkah Sejahtera, serta berlangsung di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), Jumat (21/11).
Dalam paparannya, HNW menekankan bahwa tema kepemimpinan negarawan harus dikaitkan dengan pemahaman terhadap sejarah Indonesia, khususnya peran organisasi sosial politik dan generasi muda dalam membentuk perjalanan bangsa.
Ia menyebutkan bahwa Kalimantan Utara memiliki posisi historis yang penting. Tarakan, yang kini bagian dari provinsi tersebut, menjadi lokasi pertama pendaratan tentara Jepang di Indonesia pada Januari 1942.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari Tarakan inilah tentara Jepang pertama kali mendarat dan kemudian menyebar ke wilayah lain. Mereka mengalahkan Belanda dan menguasai Indonesia. Tetapi dari fase sejarah itu pula kemudian muncul proses menuju kemerdekaan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (23/11/2025).
Menurutnya, meski penjajahan Jepang menyisakan penderitaan, periode itu juga menjadi momentum bagi tokoh-tokoh Indonesia untuk memperkuat perjuangan menuju kemerdekaan.
"Perjuangan tidak pernah berhenti, baik pada masa Belanda maupun Jepang. Tokoh-tokoh bangsa kita terus bergerak, dan sejarah akhirnya dikoreksi oleh hadirnya kemerdekaan Indonesia," katanya.
Politisi senior PKS ini mengajak peserta diskusi, terutama generasi muda, memahami sejarah bukan hanya dari sudut pandang 'jas merah' /jangan sekali-kali melupakan sejarah, tetapi juga 'jas hijau', yaitu peran besar para ulama, pemimpin umat, dan organisasi Islam dalam perjuangan kemerdekaan.
Ia menjelaskan bahwa sejak 1920-an, tokoh-tokoh dari berbagai daerah telah berjuang mempersiapkan Indonesia merdeka. Di antara mereka ada tokoh-tokoh Islam seperti KH Kahar Muzakir, KH Abdul Halim, KH Anwar Sanusi, dan tokoh-tokoh Muhammadiyah serta Nahdlatul Ulama (NU). Mereka berdampingan dengan tokoh nasionalis seperti Soekarno dan Mohammad Yamin.
"Para tokoh Islam tidak eksklusif dan tidak memisahkan diri. Mereka bersama-sama tokoh kebangsaan, bermusyawarah, memberikan gagasan, dan akhirnya melahirkan dasar negara, konstitusi, serta bentuk negara," kata HNW.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa peran umat Islam di BPUPKI, Panitia Sembilan, hingga PPKI merupakan fakta sejarah yang tidak boleh dihapuskan.
"Itulah jas hijau, yaitu jasa para ulama, pemimpin umat, dan organisasi Islam dalam merumuskan pilar kebangsaan kita. Mereka menunjukkan bahwa nilai agama dan kebangsaan bukan sesuatu yang harus dipertentangkan," ujarnya.
Peran Strategis Kaltara dalam Sejarah dan Masa Depan
HNW juga menyinggung bahwa sejarah Tarakan pada masa pendudukan Jepang harus menjadi bahan refleksi bagi masyarakat Kalimantan Utara. Jika dahulu wilayah itu menjadi pintu masuk penjajahan, maka di era modern harus menjadi pintu lahirnya generasi yang tangguh menjaga kedaulatan bangsa.
"Sekarang dari Tarakan, dari Nunukan, dari Kalimantan Utara, kita harus menyiapkan generasi yang memahami sejarah dan tidak mau membiarkan daerahnya menjadi pintu masuk penjajahan baru, baik penjajahan ideologi, ekonomi, maupun upaya pecah-belah bangsa," katanya.
Ia menambahkan, bahwa Undang-Undang Dasar 1945 telah memberikan ruang luas bagi rakyat untuk maju. Karena itu, generasi sekarang harus memastikan konstitusi berjalan dan tidak dilemahkan oleh pengaruh asing.
Mengutip prinsip sejarah, HNW menyatakan bahwa apa yang dilakukan bangsa hari ini akan menentukan apa yang terjadi 20 tahun mendatang. Ia mencontohkan perjuangan generasi 1920-an yang mempersiapkan kemerdekaan 1945.
"Jika dulu mereka bisa, sekarang pun generasi kita harus bisa. Dan generasi yang akan datang juga bisa. Sejarah itu berulang. Tinggal bagaimana kita mengulang faktor-faktor keberhasilan yang dulu membuat bangsa ini merdeka," ujarnya.
Selain itu, ia berharap generasi muda Kalimantan Utara dapat mengambil inspirasi dari perjalanan sejarah bangsa dan berkontribusi membangun Indonesia menuju 2045.
"Modal sosial, nilai kebangsaan, dan spiritualitas para pendiri bangsa harus menjadi fondasi untuk menyongsong Indonesia Emas. Semangat kebersamaan dan kejuangan serta cinta bangsa dan negara dari para tokoh Bapak Bangsa yang terhimpun dalam PPKI, Panitia Sembilan, dan BPUPKI itu tetap relevan untuk menyambut Indonesia Emas 2045, maka keteladanan mereka harus kita hidupkan kembali," pungkasnya.
Sebagai informasi, acara ini turut dihadiri Anggota MPR RI Fraksi PKS, Al Muzzamil Yusuf; Anggota Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Utara, Muh. Nasir; Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Nunukan, Arpiah; serta Ketua DPW PKS Kalimantan Utara, Asep Mahmudin. Para peserta terdiri dari tokoh masyarakat, pemuda, dan masyarakat umum.
(akd/ega)

















































