Jakarta -
Badan Gizi Nasional (BGN) menyebut saat ini terjadi kekurangan tenaga ahli gizi. Alhasil, banyak satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang berhenti beroperasi. Oleh karena itu, ia meminta bantuan Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Ahli Gizi (DPP Persagi) mengerahkan ahli gizi ke SPPG yang membutuhkan.
Hal itu diungkap Wakil Kepala BGN Nanik Sudaryati Deyang saat rapat bersama DPP Persagi, Jumat (21/11/2025). Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi Lintas Kementerian/Lembaga Program MBG ini mengatakan adanya ahli gizi menjadi syarat utama operasional dapur MBG.
"Saat ini di lapangan terjadi kelangkaan ahli gizi. Akibatnya, banyak dapur MBG tidak bisa beroperasi karena salah satu syarat utama operasional SPPG adalah harus memiliki ahli gizi. Jadi saya berharap Persagi bisa membantu mengatasi persoalan ini," kata Nanik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nanik meminta Kementerian Kesehatan, Persagi, dan BGN segera duduk bersama untuk membahas alokasi dan penempatan ahli-ahli gizi itu di berbagai SPPG yang sudah siap segera beroperasi. Dia pun memastikan bahwa para ahli gizi akan menjadi pegawai negeri sipil.
"Kami akan membantu prosesnya. Tapi mereka juga harus bekerja di SPPG dengan baik, jangan pindah sana-pindah sini," kata Nanik.
Ketua Umum DPD Persagi Doddy Izwardy mengaku siap mengerahkan para ahli gizi untuk dapur MBG di seluruh Tanah Air. Tercatat, Persagi memiliki 53 ribu ahli gizi dari berbagai lulusan jenjang pendidikan.
"Anggota kami ada 53 ribu orang di seluruh Indonesia. Mereka terdiri dari lulusan D3. D4, Profesi, S1, S2, dan S3. Kami nanti mohon informasi di mana saja yang masih membutuhkan tenaga ahli gizi, lalu kami mohon dibantu untuk pengurusan status mereka nanti di SPPG-SPPG itu," ujar Doddy.
Sementara itu, Dirjen Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes, Maria Endang Sumiwi melaporkan saat ini terdapat 34.048 ahli gizi yang tersebar di berbagai fasilitas kesehatan di Indonesia. Untuk menutupi kebutuhan, ada potensi 18.998 ahli gizi di Puskesmas yang bisa diperbantukan ke SPPG.
Dari angka itu sebanyak 2.423 ahli gizi masih berstatus tenaga sukarela. Potensi lainnya adalah 10.341 lulusan D3, D4, Profesi, dan S1 ilmu gizi tahun 2024 dari perguruan tinggi umum, dan 3.912 lulusan D3, D4,dan Profesi dari Politeknik Kesehatan Kemenkes.
"Mereka bisa mengisi kekosongan ahli gizi di SPPG-SPPG," katanya.
Selain perihal ahli gizi, rapat ini juga membahas Sertifikal Laik Higiene Sanitasi (SLHS) yang juga merupakan syarat operasional SPPG. Dilaporkan Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes Then Suyanti, saat ini total SPPG yang telah dibangun mencapai 15.107 SPPG, dan sebanyak 14.922 SPPG sudah operasional.
Dari angka itu, 5.946 SPPG sudah mengajukan permohonan SLHS, 2.849 SPPG sudah terbit SLHS, sedangkan 449 SPPG gagal saat test Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL). SPPG yang gagal IKL, menurut Suyanti, masih bisa mengajukan lagi dengan bimbingan petugas.
"Penyebab gagal IKL ini bermacam-macam, sebanyak 54 persen karena gagal IKL bangunan, 26 persen karena gagal IKL peralatan, 14 persen gagal IKL penjamah makanan, dan 6 persen gagal IKL proses pengolahan pangan," kata Suyanti.
Saat ini 2.000 pengajuan SLHS masih terkendala dalam proses komputerisasi. Oleh karena itu, Nanik meminta Kementerian Dalam Negeri memerintahkan Pemerintah Daerah untuk memproses pengajuan SLHS secara manual.
"Kita perlu cepat, saya berharap minggu depan sudah lebih banyak lagi SPPG yang sudah memiliki SLHS," ujarnya.
(eva/jbr)


















































