Jakarta -
Pemotongan hewan kurban dilakukan saat Idul Adha. Namun, masih beredar anggapan di kalangan masyarakat bahwa orang yang berkurban tidak boleh makan daging kurbannya. Benarkah demikian?
Lalu, apakah ada bagian daging kurban untuk orang yang berkurban? Simak penjelasan di bawah ini.
Bagian Daging Kurban untuk Orang yang Berkurban
Merujuk pada penjelasan Bimas Islam Kemenag RI, para ulama membagi dua hukum tentang boleh tidaknya orang yang berkurban itu makan daging kurbannya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, jika kurban tersebut adalah kurban sunnah atau tathawwu', para ulama sepakat bahwa orang yang berkurban dan keluarganya boleh makan daging kurban. Bahkan orang yang berkurban dianjurkan untuk makan sebagian daging kurbannya, karena Rasulullah SAW pernah makan daging kurbannya.
Rasulullah SAW ketika hari Idul Fitri tidak keluar dulu sebelum makan sesuatu. Namun, saat Idul Adha, beliau tidak makan sesuatu hingga kembali ke rumah. Saat kembali, beliau makan hati dari hewan kurbannya.
Kedua, jika kurban tersebut adalah kurban nadzar, maka orang yang berkurban tidak boleh makan daging kurbannya. Haram mengonsumsi kurban dan hadyu yang wajib karena nadzar.
Maksudnya, haram bagi orang yang berkurban dan melakukan hadyu mengonsumsi daging kurban dan hadyu yang wajib karena nadzar. Mereka wajib menyedekahkan seluruhnya, termasuk tanduk dan kuku hewan. Jika ia mengonsumsi sebagian dari hewan tersebut, maka wajib menggantinya dan diberikan pada orang fakir.
Dengan demikian, boleh atau tidaknya orang yang berkurban tergantung pada sifat kurban itu sendiri. Jika kurbannya merupakan kurban nadzar, maka orang yang berkurban tidak boleh makan daging kurbannya. Sementara itu, jika kurbannya adalah kurban sunah atau kurban biasa, dianjurkan bagi orang yang berkurban untuk makan sebagian daging kurbannya.
Mengutip situs NU Online, orang yang berkurban sunnah, dianjurkan memakan daging kurbannya, yaitu maksimal sepertiga dari daging kurban tersebut.
ـ (ولا يأكل المضحي شيئا من الأضحية المنذورة) بل يتصدق وجوبا بجميع أجزائها (ويأكل) أي يستحب للمضحي أن يأكل (من الأضحية المتطوع بها) ثلثا فأقل
Artinya: (Orang yang berkurban tidak boleh memakan sedikit pun dari ibadah kurban yang dinazarkan [wajib]) tetapi ia wajib menyedekahkan seluruh bagian hewan kurbannya. (Ia memakan) maksudnya orang yang berkurban dianjurkan memakan (daging kurban sunnah) sepertiga bahkan lebih sedikit dari itu (KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Al-Maktabah Al-Asadiyyah: 2014 M/1434 H] halaman 207).
Orang yang berkurban sunnah hanya boleh mengambil bagiannya yang maksimal sepertiga itu. Ia tidak boleh menjual bagian apa pun dari hewan kurbannya. Ini berlaku bagi kurban nazar dan kurban sunnah.
ـ (ولا يبيع) المضحي (من الأضحية) شيئا من لحمها أو شعرها أو جلدها أي يحرم عليه ذلك ولا يصح سواء كانت منذورة أو متطوعا بها
Artinya: Orang yang berkurban (tidak boleh menjual daging kurban) sebagian dari daging, bulu, atau kulitnya. Maksudnya, ia haram menjualnya dan tidak sah baik itu ibadah kurban yang dinazarkan (wajib) atau ibadah kurban sunnah (KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Al-Maktabah Al-Asadiyyah: 2014 M/1434 H] halaman 207).
Ketentuan Kurban untuk Orang yang Sudah Meninggal
Mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali membolehkan berkurban atas nama orang yang sudah meninggal, meskipun tanpa waisat. Menurut mereka, kurban termasuk sedekah. Sedekah untuk orang yang wafat itu sah, bermanfaat, dan pahalanya sampai.
"Kematian tidak menghalangi taqarrub (pendekatan diri kepada Allah), sebagaimana sedekah dan haji." (al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 5/106-107)
Sementara itu dalam kitab al-Majmu' Syariah al Muhadzab, Imam Nawawi mengutip pendapat Abu al-Hasan al-'Abbadi menyatakan kurban untuk orang yang sudah meninggal diperbolehkan.
"Berkurban untuk orang meninggal itu boleh, karena tergolong sedekah. Dan sedekah untuk orang mati itu sah dan sampai pahalanya secara jima." (Imam Nawawi, al-Majmu' Syariah al Muhadzab. Jilid 8, hlm. 406)
Bagaimana jika mengikuti Mazhab Syafi'i? Menurut pendapat sebagian ulama dalam mazhab Syafi'i, tidak boleh berkurban untuk orang meninggal, kecuali ada wasiat semasa hidup.
"Tidak sah berkurban untuk orang lain tanpa izin dan tidak juga untuk orang mati jika tidak ada wasiat." (Imam Nawawi Minhajut Thalibin, hal 321)
Jadi, jika Anda ingin berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia, silakan mengikuti pendapat ulama yang membolehkan hal tersebut.
(kny/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini