Jakarta -
Sejumlah warga mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon meminta MK mengatur calon bupati-wakil bupati, wali kota-wakil wali kota dan gubernur-wakil gubernur terpilih harus mendapat lebih dari 50% suara sah.
Dilihat dari situs resmi MK, Selasa (8/7/2025), gugatan nomor 110/PUU-XXIII/2025 itu diajukan tiga warga bernama Terence Cameron, Geszi Muhammad Nesta dan Adnisa Prettya. Mereka mengajukan gugatan terhadap pasal 107 ayat (1) dan pasal 109 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pemohon menyebut aturan yang berlaku saat ini menyebabkan calon terpilih hanya ditentukan suara terbanyak. Menurut mereka, hal tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum dna kemunduran demokrasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka menyebut pasal yang ada saat ini dapat menyebabkan pasangan calon bisa terpilih hanya dengan meraih 6,67% suara di Pilkada yang diikuti banyak paslon. Menurutnya, hal itu tidak memberikan legitimasi yang cukup bagi kepala daerah terpilih.
"Juga berpotensi menghasilkan pasangan calon terpilih yang sebenarnya tidak dikehendaki oleh mayoritas pemilih dan juga bukan pasangan calon yang terbaik," ujar mereka.
Mereka juga menjadikan Pilgub DKI, yang menganut aturan calon terpilih harus mendapat lebih dari 50% suara, sebagai patokan. Menurut mereka, aturan itu harusnya berlaku di seluruh Indonesia.
"Bahwa ketentuan syarat perolehan suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dan pemilihan putaran kedua merupakan ketentuan yang paling adil dan demokratis, serat berkepastian hukum yang adil karena memastikan bahwa pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang dikehendaki oleh mayoritas pemilih," ujarnya.
Berikut petitum para pemohon:
1. Mengabulkan Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan ketentuan di dalam Pasal 107 ayat (1) UU Pilkada yang berbunyi: 'Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota terpilih' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: 'Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota terpilih, dan dalam hal tidak ada pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen), diadakan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama'.
3. Menyatakan ketentuan di dalam Pasal 109 ayat (1) UU Pilkada yang berbunyi 'Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: 'Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih, dan dalam hal tidak ada pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen), diadakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama'.
4. Memerintahkan pemuatan Putusan Mahkamah Konstitusi ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
atau Apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini