Jakarta -
KPK memeriksa pramugari RDG Airlines, Selvi Purnama Sari (SEL), terkait kasus dugaan korupsi dana penunjang operasional dan program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah dan wakil kepala daerah Pemprov Papua. KPK mendalami soal penggunaan uang yang diduga dari hasil korupsi tersebut.
"Penyidik mendalami terkait dengan penggunaan-penggunaan uang yang berasal dari dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan dana operasional di Papua, termasuk penggunaan-penggunaan uang tersebut untuk pembelian aset di sejumlah tempat," kata Jubir KPK Budi Prasetyo kepada wartawan di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025).
Selain Selvi, KPK turut memeriksa Marwan Suminta selaku penjaga kos. KPK memanggil Cabin Manager RDG Airlines, Tamara Anggraeny, tapi yang bersangkutan tidak hadir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nanti kami akan cek apakah ada surat permohonan penjadwalan ulangnya atau tidak. Tentu nanti jika masih dibutuhkan keterangannya, penyidik akan melakukan pemanggilan ulang," ucapnya.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tersangka bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua, Deus Enumbi (DE). Tersangka itu diduga melakukan perbuatannya bersama mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe (almarhum).
"Yaitu yang dilakukan oleh Tersangka DE selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu Kepala Daerah Provinsi Papua," kata jubir KPK Budi Prasetyo di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (11/6).
Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 1,2 triliun. Kasus ini berkaitan dengan dana operasional mantan Gubernur Papua Lukas Enembe, yang mencapai Rp 1 triliun per tahun. Dalam sehari, Lukas Enembe menggunakan dana operasional atau uang makan itu sebesar Rp 1 miliar.
Alokasi dana fantastis itu telah dirancang sedemikian rupa oleh Lukas. Lukas disebut telah membuat peraturan gubernur (pergub) agar tindakan itu terkesan legal.
Lukas Enembe sengaja membuat peraturan gubernur (pergub) yang memuluskan rencana pengucuran dana operasional sebesar Rp 1 triliun per tahun. Lewat pergub itu, Lukas mampu mengelabui pengawasan dari Kementerian Dalam Negeri.
(ial/fas)