Solo -
Gugatan Muhammad Taufiq soal dugaan ijazah Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) gugur di tingkat Pengadilan Negeri (PN) Solo. Kini, Muhammad Taufiq menyiapkan tiga langkah baru.
Pertama, tutur Taufiq, ia akan mengajukan permohonan banding atas gugatannya yang dinyatakan gugur oleh PN Solo. Langkah lain, pihaknya akan mengajukan dua gugatan baru yang berkaitan dengan ijazah palsu presiden periode 2014-2024 itu.
"Kemungkinan besar saya ajukannya (banding) hari Senin (14/7). Prosedur banding itu kan 14 hari, saya masih punya waktu sampai sekitar tanggal 24 itu untuk mengajukan. Dan prosedurnya saya harus membuat surat kuasa dulu," kata Taufiq saat ditemui awak media di kantornya di Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, dilansir detikJateng, Jumat (11/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Taufiq mengajukan permohonan banding ini sebagai upaya agar Jokowi menunjukkan ijazahnya. Sebab, selama ini ijazah asli Jokowi belum pernah ditunjukkan secara langsung sehingga pihaknya meyakini Jokowi tidak memiliki ijazah UGM (Universitas Gadjah Mada).
Langkah selanjutnya, dia akan kembali mengajukan gugatan baru. Namun, dalam gugatan ini, ia tidak akan menyertakan SMAN 6 Solo sebagai turut tergugat.
"Saya akan mengajukan gugatan baru dengan subjek, dan objek yang berbeda. Subjeknya saya kurangi, tidak lagi menyoal SMA 6 beserta ijazah yang diterbitkannya. Kepada tiga saja, yaitu Pak Jokowi, KPUD, dan UGM. Kenapa saya melepaskan SMA 6, karena menurut saya ingin konsentrasi fokus kepada UGM," ucapnya.
Dia menjelaskan, pada 28 Mei-1 Juni 2025, dia mengunjungi dua negara dan menemukan fakta baru terkait ijazah Jokowi dari teman seangkatan Jokowi di UGM.
Dalam pertemuan itu, Taufiq menemukan kejanggalan terkait IPK Jokowi serta kejanggalan di dalam ijazah Jokowi, seperti pada meterai dan tulisan ijazah yang tertulis logo.
"Saya menemukan teman seangkatan Pak Jokowi, dia kuliah 7 tahun IPK-nya 2,7. Jadi kalau Pak Jokowi kuliahnya 5 tahun, mestinya IPK-nya bukan 2,7 mestinya 2,78 atau 2,8. UGM itu punya statuta, di bawah 2,7 lulus tapi tanpa predikat, nah yang predikatnya 2,78 ini predikatnya cum laude atau memuaskan," ucapnya.
"Bentuk ijazahnya juga berbeda, meterai yang terbit itu. Logikanya meterai lebih muda dan harganya lebih mahal. Meterai Pak Jokowi itu meterai 100, sementara yang terbit sebelumnya itu 500, meterai makin tahun makin naik. Kemudian kejanggalan lain di dalam ijazah itu, kami juga menemukan tulisan sarjana itu melebihi logo, kalau yang di Pak Jokowi itu ketutup logo," sambungnya.
Baca selengkapnya di sini.
(idh/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini