Jakarta -
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia bersama warga desa di Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut), bersorak bahagia usai listrik akhirnya menyala di wilayah tersebut. Bahlil meminta rumah warga di sudut-sudut paling terpencil dialirin listrik.
"Masih ada sekitar sebelas atau dua belas desa di Sulawesi Utara yang belum ada listriknya. Saya mau semuanya selesai tahun 2026. Desember harus sudah selesai," ujar Bahlil dalam keterangannya, Rabu (30/10/2025).
Bahlil mengatakan hal tersebut bukan sekadar janji teknis. Bahlil menilai nasionalisme yang tumbuh dari kesetiaan di perbatasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan sampai daerah-daerah yang berbatasan dengan negara lain merasa tidak diurus. Ini bukan hanya soal listrik, tapi soal kedaulatan negara," ujar Bahlil.
Bahlil bercerita menempuh perjalanan empat jam melewati bukit dan sungai menuju Kabupaten Arfak di Papua Barat, kampung halaman Gubernur Dominggus Mandacan. Jalannya licin, tanjakan curam, dan di bawah jurang menganga. Di sana, katanya, ada sungai besar yang juga jadi lokasi penambangan emas.
"Saya tidak tahu izinnya ada atau tidak," ucapnya sambil tersenyum.
Di wilayah itu, listrik hanya mengandalkan pembangkit 500 KWH. Bahlil langsung memberi instruksi agar kapasitasnya dinaikkan menjadi 1 megawatt.
"Kalau mau bangun, jangan tanggung-tanggung," kata Bahlil.
"Masyarakat di sana harus jalan jauh angkut BBM. Kalau jalan licin, truknya bukan naik, tapi malah turun masuk jurang," tambahnya.
Program pemasangan listrik gratis yang dikerjakan Kementerian ESDM bersama PT PLN (Persero) bagian dari Proyek Strategis Merdeka dari Kegelapan. Melalui proyek ini, pemerintah menargetkan seluruh desa terpencil mendapatkan akses energi yang adil dan berkelanjutan.
Selain pemasangan listrik gratis, Bahlil juga meresmikan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Wairara berkapasitas 128 kilowatt di Sumba Timur, NTT, serta PLTMH Anggi I berkapasitas 150 kilowatt dan peletakan batu pertama (groundbreaking) PLTMH Anggi II berkapasitas 500 kilowatt di Pegunungan Arfak, Papua Barat.
Bahlil mengingat masa ketika papan tulis masih pakai kapur dan penghapusnya dibuat dari kain bekas yang dijahit sendiri oleh murid-murid. "Kalau siswa nakal, tugasnya menjahit penghapus," ujar Bahlil.
"Itu kearifan lokal yang membentuk anak-anak tangguh. Dari situ lahir pemimpin, pengusaha, jenderal, orang besar," sambungnya.
Baginya, listrik bukan sekadar fasilitas, melainkan jembatan yang menyatukan masa lalu dan masa depan. Tanpa listrik, anak-anak desa tertinggal dari dunia yang semakin digital.
"Saya tidak bisa bayangkan anak-anak di kota belajar dengan teknologi, sementara anak-anak di pelosok masih gelap," kata Bahlil.
Bahlil mengingatkan pesan Presiden Prabowo Subianto agar semua anak Indonesia mendapat akses pendidikan dan teknologi yang sama. "Tujuannya sederhana, agar nanti mereka yang sukses tidak lupa dengan rakyat yang masih susah," ucapnya.
Bahlil menatap jauh ke arah barisan siswa SD yang hadir siang itu. "Mungkin anak-anak dari 5.700 desa dan 4.400 dusun yang belum berlistrik ini, dua puluh atau tiga puluh tahun lagi akan jadi presiden, menteri, atau gubernur," ujarnya.
Bahlil menutup pembicaraannya dengan kalimat yang mencerminkan keyakinan. "Barang siapa yang menyelesaikan perkara kecil dengan baik, Tuhan akan memberinya perkara besar," imbuhnya.
(rfs/dhn)


















































