Mensos Jelaskan Mekanisme DTSEN dan Penonaktifan 8 Juta PBI ke DPR

9 hours ago 6

Jakarta - Menteri Sosial, Saifullah Yusuf (Gus Ipul) memaparkan pentingnya penggunaan data tunggal dalam penyaluran bantuan sosial, terutama untuk peserta bantuan iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional. Gus Ipul mengatakan sebelumnya banyak bantuan sosial (bansos) tidak tepat sasaran sehingga diperlukan sinkronisasi data antarlembaga dan kementerian.

"Banyaknya bansos tidak tepat sasaran, hulunya adalah data yang tidak sinkron antar kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Maka kemudian terbit Inpres Nomor 4 Tahun 2025, karena data tunggal, yang memproses dan menentukan ya tunggal hanya BPS," ujar Gus Ipul dalam keterangan tertulis, Rabu (16/7/2025).

Hal ini disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI yang dipimpin Felly Estelita Rontuwene di Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Selasa (15/7).

Dengan terbitnya Inpres tersebut, kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah berkewajiban mendukung pemutakhiran data yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

"Apakah data hari ini sudah sempurna? Belum. Tapi kita sudah sepakat memulainya bersama," lanjutnya.

Salah satu konsekuensi penerapan Inpres 4/2025 adalah penonaktifan lebih dari 8 juta data penerima PBI. Gus Ipul menegaskan bahwa meskipun jumlah tersebut besar, kuota tidak dikurangi, melainkan dialihkan ke penerima yang lebih berhak.

"Kuota tetap. Tapi dialihkan kepada penerima manfaat yang kami anggap lebih berhak daripada 7 juta sebelumnya," tegasnya.

Ia menerangkan langkah tersebut diambil berdasarkan verifikasi lapangan atau ground check yang dilakukan Kementerian Sosial bersama BPS.

"Apa pertimbangannya? Pertama hasil ground check kami. Kami turun ke lapangan dengan SDM yang kami miliki bersama BPS kepada penerima-penerima manfaat ini. Maka kemudian, ada 2 juta lebih ternyata dia sebenarnya tidak berhak menerima PBI," jelas Gus Ipul.

Selain itu, pemeringkatan melalui sistem desil DTSEN juga menjadi dasar penilaian. "Kita lihat satu persatu desil 1 sampai 4. Tapi desil 5 dan seterusnya kita anggap tidak layak mendapatkan PBI. Maka kemudian jumlahnya ketemu 7 juta lebih, tambahan 800 ribu jadi 8 juta lebih sekarang (tidak layak PBI)," ujarnya.

Gus Ipul menekankan bahwa proses pemutakhiran bukan tanpa kekurangan. Oleh karena itu, pemerintah membuka ruang reaktivasi bagi masyarakat yang merasa layak menerima PBI.

Proses reaktivasi dibuka melalui dua jalur yakni secara formal dan partisipatif. Jalur formal dilakukan lewat RT/RW, kelurahan, Dinas Sosial, dan disahkan oleh kepala daerah. Sementara jalur partisipatif bisa diakses melalui aplikasi Cek Bansos, yang memungkinkan masyarakat mengajukan usulan atau sanggahan secara mandiri.

"Dengan menyertakan beberapa hal yang diperlukan supaya kita bisa verifikasi. Ada 39 pertanyaan yang bisa dijawab, untuk kemudian disesuaikan dengan kriteria BPJS. Usul sanggah ini akan diproses sampai ke BPJS, tetapi akhirnya yang menentukan adalah BPJS," ujar Gus Ipul.

Ia menambahkan bahwa aplikasi SIKS-NG juga bisa digunakan Dinas Sosial untuk mendukung proses reaktivasi. Namun hingga saat ini, dari lebih dari 8 juta data yang dinonaktifkan, baru 25.628 atau 0,3 persen yang telah melakukan reaktivasi.

Dari angka tersebut, 1.822 usulan reaktivasi masih menunggu persetujuan Pusdatin, 2.578 telah disetujui namun belum diaktifkan BPJS, 18.869 sudah aktif sebagai peserta PBI-JK, dan 2.359 aktif namun pindah segmen.

Gus Ipul menjelaskan bahwa kuota penerima bansos saat ini hanya mencakup 96,8 juta jiwa. Padahal untuk menjangkau seluruh masyarakat hingga desil 4, diperlukan kuota minimal 112 juta jiwa.

"Sementara penduduk kita adalah 280 juta lebih. Karena basis kita itu kuota, maka kita memilih prioritas bagi mereka yang paling membutuhkan," katanya.

Ia berharap, melalui koordinasi lintas kementerian, bansos bisa semakin tepat sasaran dan tak ada lagi warga miskin yang tak mendapatkan pelayanan kesehatan.

"Mudah-mudahan ibu/bapak sekalian, dengan hulunya nanti dari BPS, kami sebagai pihak yang ikut pemutakhiran dan kemudian menetapkan PBI, (semoga) tidak ada lagi pasien yang ditolak oleh rumah sakit. Ini yang sedang kita coba," pungkasnya.

Rapat kerja ini turut dihadiri oleh Pimpinan dan Anggota Komisi IX DPR RI, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti, serta Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional Nunung Nuryanto. (prf/ega)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |