KPK Ungkap Modus Suap di Kemnaker: Tak Beri Uang, RPTKA Tak Dibuat

1 day ago 5

Jakarta -

KPK telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). KPK mengungkap suap ini terjadi pada proses pengajuan pembuatan Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) oleh para agen.

Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo mengungkapkan pembuatan RPTKA yang diajukan para agen menjadi wewenang dari Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Peluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker. Dalam setiap pengajuan pembuatan RPTKA ini, para agen harus menunggu selama lima hari untuk mengetahui diterima atau tidaknya pengajuan tersebut.

"Kewenangan pengeluaran RPTKA ini ada di Dirjen Binapenta. Dari sini ternyata ada celah-celah di dalam pembuatan RPTKA ini," kata Budi dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Celah yang dimaksud Budi yakni pihak Ditjen Binapenta dengan sengaja menggantung informasi diterima atau tidaknya pengajuan pembuatan RPTKA oleh para agen. Dia mengatakan para agen harus memberikan sejumlah uang yang kepada Ditjen Binapenta untuk mengetahui kepastian diterima tidaknya pengajuan pembuatan RPTKA tersebut.

"Bagi yang tidak menyerahkan sejumlah uang, tidak pernah akan diberitahu apakah sudah lengkap atau tidak. Sehingga hal ini menimbulkan para agen itu akan mendatangi para oknum-oknum tadi," ungkap Budi.

Dia juga menjelaskan uang yang mesti dibayar para agen ini pun sudah ditentukan oleh pihak Ditjen Binapenta. Mereka memasang tarif kepada para agen untuk setiap RPTKA yang dikeluarkan.

"Dari sinilah kemudian oknum-oknum tadi yang staff yang paling bawah tadi, atas perintah dari atasannya berjenjang sampai dengan dirjennya, itu menentukan tarif-tarifnya, berapa yang harus dipungut ketika perizinan ini bisa dikeluarkan," terang Budi.

"Nah, di sinilah terjadi prosesnya permintaan sejumlah uang itu pada para agen, dengan alasan bahwa supaya RPTKA ini bisa dikeluarkan," sambungnya.

Dia menjelaskan RPTKA ini penting bagi para agen agar TKA bisa segera ditempatkan ke masing-masing lokasi kerja. Sebab, kata dia, semakin lama RPTKA ini keluar maka para agen pun harus membayar denda terhadap setiap penggunaan TKA.

"Ini juga merupakan celah yang juga bisa dibaca oleh oknum-oknum dari Kemnakertrans tersebut. Karena ketika RPTKA ini tidak segera diterbitkan, dan para TKA ini telat untuk tidak apa namanya ditempatkan, akan mengalami denda dan dendanya cukup lumayan per hari hitungannya," ujar Budi.

"Hal inilah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum dari Kemnaker tadi untuk melakukan pemerasan atau permintaan sejumlah uang kepada para agen-agen yang melakukan pengurusan terhadap RPTKA," imbuhnya.

Budi menyebut uang hasil memeras ini dibagi-bagi oleh delapan tersangka. Uang ini juga digunakan untuk makan-makan. Dia mengatakan pihak juga sudah merinci pembagian uang ini berdasarkan temuan yang dimiliki KPK hingga saat ini.

Dia menjelaskan untuk Suhartono menerima sekitar Rp 460 juta. Haryanto kurang lebih mendapatkan Rp 18 miliar dan Wisnu Pramono memperoleh Rp 580 juta rupiah.

Kemudian tersangka Devi Angraeni menerima Rp 2,3 miliar dan tersangka Gatot Widiarton mendapatkan Rp 6,3 miliar. Sementara tiga tersangka yang masing-masing merupakan staf di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing turut mendapatkan jatah yakni tersangka Putri Citra Wahyoe senilai Rp 13,9 miliar, tersangka Alfa Eshad Rp 1,8 miliar dan Jamal Shodiqin Rp 1,1 miliar rupiah.

Selain itu, dia menjelaskan uang sejumlah Rpb 53 miliar tersebut juga ada yang dipergunakan untuk makan sejumlah staf di Dirjen Binapenta. Uang yang digunakan untuk makan para staf tersebut mencapai Rp 8 miliar.

"Kurang lebih 8 miliar yang dinikmati bersama, baik untuk keperluan makan siang maupun kegiatan-kegiatan yang istilahnya di luar non-budgeter," ungkap Budi.

Namun, kata dia, dari selama proses pengusutan kasus ini, ada juga sejumlah uang hasil pemerasan yang dikembalikan para staf kepada KPK. Jumlah uang yang dikembalikan senilai Rp 5 miliar.

"Mereka telah mengembalikan yang kurang lebih tadi saya sampaikan, kurang lebih 5 miliar rupiah," pungkasnya.

Seperti diketahui, KPK telah mengungkapkan daftar nama delapan tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan TKA di Kemnaker. Dari delapan orang tersangka, dua orang merupakan mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK).

"Mereka diduga melakukan pemerasan terhadap tenaga kerja asing yang akan melakukan pekerjaan di Indonesia dengan cara yaitu para tenaga kerja asing ini apabila akan masuk ke Indonesia untuk melakukan kerja mereka akan meminta izin berupa RPTKA. Nah, kewenangan pengeluaran RPTKA ini ada di Dirjen Binapenta. Dari sini ternyata ada celah-celah di dalam pembuatan RPTKA," kata Budi saat konferensi pers, Kamis (5/6).

Berikut ini delapan tersangka kasus dugaan suap pengurusan TKA di Kemnaker:
1. Suhartono, selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker tahun 2020-2023
2. Haryanto, selaku Direktur PPTKA tahun 2019-2024 yang juga Dirjen Binapenta dan PKK tahun 2024-2025 dan kini menjabat Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Internasional
3. Wisnu Pramono selaku Direktur PPTKA tahun 2017-2019
4. Devi Angraeni selaku Direktur PPTKA tahun 2024-2025
5. Gatot Widiartono selaku Koordinator Analisis dan Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2021-2025
6. Putri Citra Wahyoe selaku Petugas Hotline RPTKA periode tahun 2019 sampai dengan 2024 dan Verifikator Pengesahan RPTKA pada Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2024-2025
7. Jamal Shodiqin selaku Analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019-2024 yang juga Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA tahun 2024-2025
8. Alfa Eshad selaku Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker tahun 2018-2025.

Kasus dugaan korupsi di Kemnaker yang diusut KPK ini berkaitan dengan pemerasan dalam pengurusan penggunaan tenaga kerja asing. Kasus ini terjadi selama periode 2020-2023.

Total ada delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. KPK menduga oknum pejabat di Kemnaker memeras para calon tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia.

Pemerasan yang terjadi di Kemnaker dalam kasus ini telah terjadi sejak 2019. Uang yang terkumpul dari praktik itu mencapai Rp 53 miliar.

(azh/azh)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |