5 Komentar Usai KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres Tanpa Izin

3 hours ago 3
Jakarta -

Komisi Pemilihan Umum (KPU) tiba-tiba mengeluarkan putusan mengejutkan perihal penetapan dokumen persyaratan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sebagai informasi publik yang dikecualikan. Ada beberapa dokumen capres-cawapres yang tidak bisa dibuka ke publik tanpa persetujuan, termasuk perihal ijazah.

Hal tersebut tertuang dalam Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan KPU, dikutip pada Senin (15/9/2025). Surat itu ditandatangani Ketua KPU Affifuddin tertanggal 21 Agustus 2025.

Dalam keputusan itu, tertuang 16 dokumen yang tidak bisa dibuka ke publik berkaitan dengan syarat menjadi capres-cawapres. Salah satu dokumen yang tidak bisa dibuka tanpa persetujuan adalah perihal dokumen ijazah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut ini belasan dokumen tersebut:

1. Fotokopi kartu tanda penduduk elektronik dan foto akta kelahiran warga negara Indonesia
2. Surat keterangan catatan kepolisian dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia
3. Surat keterangan kesehatan dari rumah sakit pemerintah yang ditunjuk oleh Komisi Pemilihan Umum
4. Surat tanda terima atau bukti penyampaian laporan harta kekayaan pribadi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
5. Surat keterangan tidak sedang dalam keadaan pailit dan/atau tidak memiliki tanggungan utang yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri
6. Surat pernyataan tidak sedang dicalonkan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
7. Fotokopi nomor pokok wajib pajak dan tanda bukti pengiriman atau penerimaan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi selama 5 (lima) tahun terakhir
8. Daftar riwayat hidup, profil singkat, dan rekam jejak setiap bakal calon
9. Surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama
10. Surat pernyataan setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
11. Surat keterangan dari pengadilan negeri yang menyatakan bahwa setiap bakal calon tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih
12. Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah
13. Surat keterangan tidak terlibat organisasi terlarang dan G.30.S/PKI dari kepolisian
14. Surat pernyataan bermeterai cukup tentang kesediaan yang bersangkutan diusulkan sebagai bakal calon Presiden dan bakal calon Wakil Presiden secara berpasangan
15. Surat pernyataan pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilu
16. Surat pernyataan pengunduran diri dari karyawan atau pejabat badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilu.

Alasan KPU

KPU lantas menjelaskan alasan mengeluarkan keputusan tersebut. Dalam keputusan itu, KPU mengatakan ada konsekuensi bahaya dibukanya informasi dokumen persyaratan capres dan cawapres dalam tahapan pendaftaran, termasuk perihal ijazah.

"Konsekuensi bahaya dibukanya informasi. Informasi atas dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan wakil presiden digunakan dalam proses tahapan pendaftaran bakal pasangan calon Presiden dan wakil Presiden," kata KPU.

KPU menjabarkan pengusulan bakal paslon capres dan cawapres oleh partai politik dan/atau gabungan partai politik sesuai dengan ketentuan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pencalonan Dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Tak hanya itu, ada juga tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden Wakil Presiden untuk Pemilihan Umum 2019 wajib memenuhi persyaratan pencalonan dan persyaratan calon.

KPU menyebutkan informasi mengenai dokumen persyaratan paslon capres dan cawapres bisa mengungkap informasi pribadi seseorang termasuk perihal ijazah. Sementara KPU menyatakan data yang ada di dalam ijazah di luar kewenangannya.

"Informasi dokumen persyaratan pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat mengungkap informasi pribadi seseorang sebagai berikut: Bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah. Keterangan: data/informasi tidak dikuasai/di luar kewenangan KPU," ujar KPU.

Respons Istana

Istana, lewat Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Juri Ardiantoro, lantas buka suara terkait keputusan KPU tersebut. Istana menyebutkan peraturan itu tak bisa diintervensi oleh lembaga eksekutif.

"Ya kan sudah dijelaskan oleh KPU, itu yang jadi pedoman kalianlah. Kan nggak bisa kita, KPU itu lembaga independen," kata Juri seusai rapat kerja dengan Komisi XIII DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (15/9).

Juri mengatakan KPU adalah lembaga independen. Ia mengatakan aturan terkait dokumen capres-cawapres menjadi kewenangan KPU.

"Jadi di dalam bekerjanya, dia nggak bisa dipengaruhi oleh lembaga lain, oleh eksekutif. Dia lembaga independen, kami menghormati," ucap Juri.

KPU Tegaskan Tak Ada yang Dilindungi

Sementara itu, Ketua KPU Mochammad Afifuddin menegaskan tidak ada pihak yang dilindungi terkait keputusan tersebut. Afif menjelaskan, aturan itu menyesuaikan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.

"Itu hanya menyesuaikan dengan pengaturan dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di Undang-Undang 14 Tahun 2008," kata Afif di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/9).

"Intinya secara umum atas data-data seseorang dan para pihak yang nanti kalau kita atur di pencalonan presiden dan wakil presiden, termasuk data-data yang ada saat ini, itu berkaitan dengan data-data yang dikecualikan," tambahnya.

Dokumen yang perlu dijaga kerahasiaannya adalah rekam medis hingga dokumen sekolah. Jika akan dibuka ke publik, harus ada persetujuan dari pihak terkait ataupun putusan pengadilan.

"Dokumen-dokumen tertentu yang ada dalam tanda kutip aturan untuk dijaga kerahasiaannya, misalnya berkaitan dengan rekam medis, kemudian dokumen sekolah atau ijazah," ujarnya.

Afif menegaskan bahwa peraturan itu berlaku untuk umum. "Tidak ada yang dilindungi karena ini ada uji konsekuensi yang harus kami lakukan," imbuhnya.

Komisi II DPR Bakal Tanya KPU

Komisi II DPR pun mempertanyakan putusan KPU terkait tidak bisa membuka dokumen ijazah yang menjadi persyaratan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) ke publik tanpa persetujuan. Komisi II DPR akan bertanya langsung ke KPU.

"Nanti kita tanyakan ke KPU. Karena sebetulnya data pejabat publik itu adalah data yang harus transparan. Jadi setiap calon-calon pejabat publik, baik itu DPR, menteri, presiden, saya pikir itu adalah sebuah data yang harus bisa dilihat oleh semua orang," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.

Dede mencontohkan orang melamar kerja saja menggunakan curriculum vitae (CV) lengkap dengan ijazah, apalagi ini seorang capres dan cawapres. Komisi II, menurut Dede, akan menanyakan alasan dan argumentasi KPU terkait hal tersebut.

"Kalau yang lainnya boleh, rekening, terus kemudian ijazah, riwayat hidup saya pikir nggak masalah," ucapnya.

"Karena orang lamar kerjaan aja kan pakai CV, apalagi ini mau melamar jadi pemimpin," tambah dia.

Ijazah Tak Harus Disembunyikan

Kemudian, anggota Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, justru mengkritik KPU. Ia menegaskan ijazah bukan sesuatu yang harus disembunyikan.

"Tentu kita mempertanyakan urgensinya. Kenapa tiba-tiba KPU menerbitkan PKPU. Padahal kan sebenarnya pilpresnya kan sudah selesai yang 2024 dan kemudian pilpres berikut itu 2029," kata Doli di acara Bimtek fraksi Golkar, Pullman Central Park, Grogol, Jakarta Barat, Selasa (16/9).

Doli mengatakan sistem pemilu di Indonesia tengah dikaji oleh tiap partai politik di DPR. Ia menyinggung biasanya penerbitan PKPU ada konsultasi dengan DPR RI terlebih dahulu.

"Nah, makanya dari segi urgensi perlu dipertanyakan. Kenapa kok tiba-tiba pilpresnya masih 4 tahun lagi ada PKPU tentang Pilpres," ujar Doli.

Ia menilai dokumen terkait capres tak pernah menjalani masa hukuman hingga ijazah yang terkesan disembunyi-sembunyikan. Doli menilai hal itu semestinya sebagai standar informasi yang bisa diketahui oleh rakyat yang memilih.

"Soal kemudian berkelakuan baik, terus kemudian soal tidak pernah menjalani masa hukuman, kemudian lulusnya ijazahnya, itu kan standar-standar informasi bagi seorang warga negara yang sebetulnya tadi saya katakan tidak classified gitu loh, tidak menjadi sesuatu yang harus disembunyi-sembunyikan gitu," kata Doli.

"Dan dengan mengetahui informasi dasar itu kan masyarakat jadi tahu tentang latar belakang pemimpinnya," imbuhnya.

(maa/maa)


Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |