Jakarta -
KPK akan mengajukan permohonan banding terhadap vonis mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan pada Kemenkes, Budi Sylvana, terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). KPK menilai adanya perbedaan analisis antara jaksa penuntut umum (JPU) dan hakim.
"JPU KPK akan mengajukan banding atas terdakwa Budi Sylvana karena, berdasarkan analisa JPU atas putusan pengadilan dengan terdakwa Budi Sylvana, terdapat beberapa pertimbangan hakim dalam putusan yang berbeda dengan analisa tuntutan JPU," kata jubir KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Senin (16/6/2025).
"Sehingga atas perbedaan analisa tersebut, JPU mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, menurut dia, terhadap dua terdakwa lainnya, KPK tidak akan mengajukan upaya banding. Meski begitu, dia mengatakan pihaknya tetap akan menyusun kontra memori banding.
"Sedangkan untuk Terdakwa Ahmad Taufik, JPU KPK tidak mengajukan banding, namun JPU akan menyusun kontra memori banding atas permohonan upaya hukum banding yang telah diajukan pihak terdakwa Ahmad Taufiq ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," jelasnya.
"Hal yang sama juga akan diajukan oleh JPU KPK, yaitu akan menyusun kontra memori banding jika Terdakwa Satrio Wibowo memutuskan akan mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," imbuh dia.
Tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan APD COVID-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI divonis 3-11,5 tahun penjara. Hakim menyatakan ketiganya bersalah melakukan korupsi dalam kasus tersebut.
Sidang vonis digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/6). Adapun tiga terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan pada Kemenkes, Budi Sylvana; Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (PT EKI) Satrio Wibowo; dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PT PPM) Ahmad Taufik.
Hakim lebih dulu membacakan vonis untuk Budi. Hakim menghukum Budi dengan 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sejumlah Rp 100 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan," ujar ketua majelis hakim Syofia Marlianti Tambunan.
Hakim menyatakan Budi bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 16 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Ahmad Taufik divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Hakim juga menghukum Taufik membayar uang pengganti Rp 224,18 miliar subsider 4 tahun kurungan.
Lalu, Satrio Wibowo divonis 11 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Satrio juga dihukum membayar uang pengganti Rp 59,98 miliar subsider 3 tahun kurungan.
Hakim menyatakan Taufik dan Satrio melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(amw/aud)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini