JAKARTA - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) secara tegas menggarisbawahi komitmennya untuk mempererat sinergi antar Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (RSPTN). Langkah strategis ini merupakan bagian integral dari upaya nasional dalam mendongkrak mutu pendidikan, memperkaya khazanah penelitian, dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan, sejalan dengan visi Diktisaintek Berdampak.
Penegasan ini disampaikan dalam suasana hangat Kongres Nasional Asosiasi Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (ARSPTN) 2025 dan Pertemuan Tahunan ke-6 RSPTN. Acara yang diselenggarakan oleh Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) dan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Universitas Indonesia (RSKGM UI) pada Sabtu (4/10) ini, menjadi saksi bisu semangat kolaborasi yang digaungkan.
Forum prestisius ini dirancang Kemdiktisaintek sebagai akselerator penguatan RSPTN agar mampu memberikan dampak yang lebih besar bagi masyarakat. Fokus utamanya adalah integrasi mendalam antara riset mutakhir, inovasi terdepan, dan pemanfaatan teknologi kesehatan terkini. Upaya ini sejalan dengan gelora gerakan Diktisaintek Berdampak, yang memposisikan RS PTN sebagai episentrum keunggulan dalam bidang pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan.
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto, menyoroti urgensi kolaborasi untuk mewujudkan agenda prioritas tersebut. Ia mengungkapkan, “Bidang kesehatan itu unik dan kaya “data”, sehingga harusnya kita unggul di kancah internasional. Harusnya tenaga medis dan tenaga kesehatan kita, rumah sakit pendidikan kita, dapat diisi oleh talenta-talenta terbaik negeri ini. Indonesia memiliki keunggulan komparatif dari ekuatorial posisi kita, jenis-jenis penyakit kita, sehingga saya menitip bapak ibu sekalian untuk terus melaju dengan riset dan inovasi, serta menjadi lokomotif bagi bidang ilmu pengetahuan-pengetahuan lain, ”
Lebih lanjut, Mendiktisaintek mendorong agar RSPTN bertransformasi menjadi pusat kolaborasi lintas disiplin ilmu. Ia membayangkan RSPTN bukan sekadar institusi medis, melainkan layaknya laboratorium terbuka yang dapat merangkul berbagai bidang keilmuan, mulai dari teknik fisika, teknik mesin, hingga disiplin ilmu lainnya. Melalui interaksi dan riset bersama, diharapkan lahir terobosan signifikan dalam instrumentasi medis dan teknologi kesehatan. Hal ini krusial untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada produk impor, memaksimalkan pemanfaatan big data riset kesehatan, serta mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang relevan untuk sektor kesehatan.
“RSPTN harus menjadi champion sebagai RS unggul dan mendunia. RSPTN bisa bekerja sama dengan Harvard, NUS atau perguruan tinggi dunia lainnya, ” ujar Menteri Brian, menekankan visi global yang ingin dicapai.
Asosiasi RSPTN diharapkan segera merumuskan peta jalan pengembangan riset dan inovasi bidang kesehatan. Kemdiktisaintek berkomitmen memberikan dukungan penuh melalui beragam program unggulan.
Senada dengan itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Sesditjen Dikti), Setiawan, menyampaikan harapannya. Ia menuturkan, “Kami tentunya berharap dengan pertemuan ini akan semakin kuat kolaborasi antar RSPTN untuk bisa mendukung program kita dalam akselerasi pendidikan spesialis dan subspesialis serta penguatan riset dan inovasi. Kami sudah melihat beberapa produk yang diharapkan bisa dikembangkan dan dimanfaatkan, ”
Ketua Asosiasi RSPTN, Nasronudin, turut menyoroti potensi besar RSPTN yang masih perlu digali lebih dalam. Ia percaya, optimalisasi RSPTN dapat memberikan kontribusi luar biasa bagi kemajuan bangsa. Dengan berlandaskan Tridharma Perguruan Tinggi, RSPTN memegang peran strategis: mulai dari pendidikan medis yang berorientasi pada pelayanan, penelitian yang terinspirasi dari praktik klinis seperti robotik dan stem cell, hingga fleksibilitas tinggi untuk menyokong kebijakan pemerintah dan menjawab kebutuhan masyarakat.
Menyikapi arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto melalui program Asta Cita, Kemdiktisaintek menargetkan RSPTN mampu bersaing di kancah internasional dalam kurun waktu 3 hingga 5 tahun ke depan. Program revitalisasi RSPTN yang dijadwalkan mulai bergulir pada 2026 akan menjadi penopang utama, dengan dukungan penyediaan peralatan, infrastruktur, serta penguatan riset translasional. Tujuannya jelas: menekan angka ketergantungan impor alat kesehatan dan obat-obatan yang saat ini masih mencapai 93 persen.
Kemdiktisaintek mengajak seluruh elemen pemangku kepentingan, mulai dari universitas, tenaga medis, peneliti, industri, hingga pemerintah daerah, untuk bersinergi memperkuat peran RSPTN. Kolaborasi ini diyakini menjadi kunci untuk menahan laju devisa kesehatan yang menurut estimasi mencapai Rp187 triliun per tahun mengalir ke luar negeri, sekaligus memposisikan Indonesia sebagai destinasi layanan kesehatan kelas dunia.
Dengan orkestrasi kolaborasi yang solid, Indonesia optimis dapat mewujudkan RSPTN yang tidak hanya unggul dan modern, tetapi juga mendunia. Lebih dari itu, RSPTN diharapkan menjadi motor penggerak lahirnya generasi tenaga medis dan kesehatan yang kompeten, inovatif, dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat luas. (PERS)