Jakarta -
Berawal dari kegemaran, melukis bukan sekadar anugerah keturunan, tapi sebuah perjalanan panjang yang ditempa oleh minat dan kerja keras. Seperti kisah satu pelukis jalanan di pelataran Blok M Square, Diman (50).
Lahir dan tumbuh pada desa kecil di Pangandaran, Jawa Barat, membuat Diman belajar banyak hal, termasuk melukis. Dia membuktikan kegemaran yang ditekuni bisa menghasilkan karya seni.
Diman belajar melukis secara otodidak, tak sekalipun menempuh pendidikan terkait seni. Dia hanya bereksperimen dengan bantuan kuas, palet, cat minyak, cat akrilik hingga pastel di atas kanvas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Otodidak, dari kecil udah bisa lukis," ujar Diman sata ditemui di pelataran Blok M Square, Jakarta Selatan, Jumat (30/5/2025).
Ribuan karya seni lukis potret wajah hingga pemandangan berhasil diciptakannya. Sejak 2009 Diman sudah menawarkan jasanya di pelataran salah satu pusat perbelanjaan paling hits pada masanya.
Enam belas tahun bergelut menjadi pelukis jalanan, tanpa galeri, Diman sangat lihai melukis porter wajah. Hampir seluruh potret pemimpin negeri dari masa ke masa pernah dilukisnya.
"Makannya kayaknya, kalau saya nggak ada yang susah kalau disuruh gambar apa aja," pamernya.
"Bung Karno, Pak Jokowi, Gus Dur, Habibie pernah, Bung Hatta pernah. Pak SBY belum, Bu Mega belum. Pak Prabowo itu udah lukisan ke-6," lanjut Diman.
Diman mengaku sering mendapat pesanan dari semua kalangan. Harganya pun dibandrol beragam mulai dari Rp300 ribu hingga jutaan.
"Harganya bergam, tergantung ukuran dan kesulitannya. Kalau pakai pastel itu sulit, bisa makan waktu dua minggu. Kalau pakai cat nggak perlu selama itu," terangnya.
"Dulu ada (lukisan ukuran) 1 meter gitu, gambarnya Menteri Keuangan Sri Mulyani, 4 tahun lalu (harganya) Rp8 juta," sambung Diman.
Namun pesanan yang paling sering dibuatnya berupa porter wajah. Seperti lukisan sosok sahabat yang hendak resign dari pekerjaanya hingga hadiah ulang tahun untuk orang terkasih.
"Paling banyak dari kantoran, bank, untuk orang-orang mau resign, pensiun, untuk kado ulang tahun, rata-rata itu," tutur Diman.
Diman pernah mencoba peruntungannya di daerah asalnya. Namun Kota Nelayan Kecil itu seakan tak berpihak padannya. Hingga akhirnya dia memasang mode menyerang dengan merantau ke Jakarta.
"Di Pangandaran mana laku lukisan begini, dipajang di jalanan juga gak ada yang mau beli. Untung-untung satu tahun bisa kejual satu," cerita Diman.
"Makanya saya ke Jakarta, banyak yant mau, banyak yang suka di sini. Di Bandung juga kata teman-teman kurang diminati," lanjutnya.
Lukisan-lukisan hasil karya Diman dipanjang di tiang pembatas pelataran Blok M Square. Dia masih memasarkan karyanya secara manual hingga memiliki langganan setia.
"Ada (saja pemesan) kadang yang lewat, tapi ketolong sama langganan. Banyakan langganan tinggal, telpon kalau mau pesan," ungkapnya.
Diman meyakini meski derasnya arus digital, karya seni pasti ada peminatnya.
"Seni lukis kan otentik, ada teksturnya, ada rasanya, pasti beda sama digital, pasarnya pasti ada," pungkas dia.
(ond/zap)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini