AHY: Ketahanan Pangan, Air dan Energi Prioritas Utama Didukung Infrastruktur

1 day ago 5

Jakarta -

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan pentingnya kolaborasi pusat dan daerah dalam pembangunan infrastruktur.

Ia mengatakan sebagai bagian dari agenda pembangunan yang telah ditetapkan Presiden Prabowo, negara menghadapi tantangan besar untuk memastikan masa depan bangsa yang aman dan sejahtera.

"Ketahanan pangan, air, dan energi adalah prioritas utama yang harus didukung dengan infrastruktur yang tidak hanya terintegrasi, tetapi juga berkeadilan dan berkelanjutan," ujar Menko AHY dalam keterangan tertulis, Kamis (12/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu diungkapkan dalam ajang International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), Rabu (11/6).

Seiring dengan target Presiden Prabowo untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% dalam beberapa tahun ke depan, AHY menilai investasi besar dalam infrastruktur menjadi keharusan. Infrastruktur yang baik dapat menurunkan biaya logistik, mendukung ketahanan energi dan pangan, serta memperbaiki mobilitas yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan dunia usaha. Hal ini akan membuka peluang investasi baru yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga berkelanjutan.

"Dengan kolaborasi yang kuat antara pusat dan daerah, kita bisa menciptakan infrastruktur yang memperkuat ketahanan nasional dan mendukung pertumbuhan yang merata. Infrastruktur adalah fondasi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, dengan meningkatkan produktivitas, menciptakan lapangan pekerjaan, dan memastikan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga melibatkan peran strategis pemerintah daerah (Pemda) di semua tingkatan.

Tito menjelaskan pembangunan infrastruktur di Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, membutuhkan pendekatan yang beragam dan saling melengkapi antara berbagai sektor dan level pemerintahan.

"Tidak mudah membangun infrastruktur. Kita juga memerlukan kombinasi transportasi udara, transportasi laut, serta transportasi darat. Selain itu, tentu saja, transportasi digital," ujar Tito di ajang yang sama.

Ia menekankan Indonesia menganut sistem desentralisasi atau otonomi daerah, yang berdampak langsung terhadap tata kelola pembangunan infrastruktur.

"Ini menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur harus menjadi tanggung jawab bersama antara pusat dan daerah. Pembagian kewenangan ini memungkinkan setiap tingkatan pemerintahan untuk menjalankan perannya sesuai dengan skala wilayah dan kebutuhannya," jelasnya.

Terkait pengelolaan anggaran, Tito memaparkan bahwa dari total anggaran nasional sekitar Rp 4.000 triliun (setara 252 miliar dolar AS), sebanyak Rp 938 triliun ditransfer ke daerah. Ditambah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mencapai sekitar Rp 402 triliun, maka total anggaran yang dikelola oleh 552 pemerintah daerah-terdiri atas 38 provinsi, 98 kota, dan 416 kabupaten-mencapai sekitar Rp 1.300 triliun.

"Dari anggaran dan sistem pemerintahan, Anda bisa melihat sejak awal bahwa ini cukup kompleks," jelasnya.

Ia juga menyoroti dalam satu dekade terakhir, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah telah menunjukkan hasil yang nyata dalam berbagai sektor infrastruktur, seperti pembangunan sumber daya air, permukiman, jalan, transportasi darat dan udara, pelabuhan, hingga sistem irigasi dan infrastruktur desa.

"Setidaknya kami telah mencapai sejumlah target, seperti sumber daya air," katanya.

Sebagai contoh, hingga 2025, panjang jalan provinsi telah mencapai lebih dari 50.000 kilometer, sementara jalan kabupaten dan kota hampir 500.000 kilometer. Desa-desa pun telah membangun lebih dari 33.000 kilometer jalan, ditambah jembatan kecil, pasar desa, tambatan perahu, embung, penahan tanah, fasilitas olahraga, dan akses air bersih.

Untuk itu, ia menilai pentingnya pembagian kewenangan dan urusan pemerintahan yang jelas antara pusat dan daerah dalam pembangunan infrastruktur. Ke depan, ia mendorong agar kolaborasi dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah terus diperkuat.

"Kita perlu memperkuat kolaborasi dan sinergi semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur, baik secara nasional dengan pendekatan whole of government, bukan hanya pemerintah pusat tetapi juga pemerintah daerah, termasuk semua pemerintah daerah. Kolaborasi dan sinergi adalah kata kuncinya," tandasnya.

Untuk informasi, lebih dari 7.000 peserta hadir dari berbagai negara partisipan termasuk Indonesia, Amerika Serikat, Australia, Belanda, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Norwegia, Uni Emirat Arab, Tiongkok, Uni Eropa, Spanyol, Vietnam, Iran, Singapura, Turki, Hungaria, Myanmar, Denmark, Prancis, Inggris, Rusia, Jerman, Uruguay, Finlandia, Swiss, dan Azerbaijan.

ICI 2025 akan menjadi panggung penting bagi kolaborasi internasional, dengan kehadiran berbagai investor dan lembaga pembiayaan terkemuka, seperti: Macquarie (Australia), GIC (Singapura), World Bank, International Finance Corporation (IFC), Asian Development Bank (ADB), dan The Asia Group.

(prf/ega)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |