loading...
Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Syaiful Huda menilai Indonesia harus secepatnya mengesahkan RUU Pekerja GIG untuk memastikan perlindungan dan kesejahteraan para pekerja. FOTO/IST
JAKARTA - Legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Syaiful Huda menginisiasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pekerja Gig di Indonesia. Wakil Ketua Komisi V DPR RI tersebut menilai Indonesia harus secepatnya mengesahkan RUU Pekerja GIG untuk memastikan perlindungan dan kesejahteraan para pekerja.
“Kami sudah menyusun draf RUU Pekerja GIG yang memuat tiga tujuan besar yakni perlindungan hak dasar dan flexibilitas pekerja, memastikan kejelasan kewajiban bagi aplikator, dan memastikan keselamatan publik. Inisiasi pengajuan RUU Pekerja GIG sesuai dengan hak dasar kami sebagai legislator untuk mengusulkan produk legislasi demi kepentingan publik,” ujar Syaiful Huda, dalam Diskusi Dialektika Demokrasi, Koordinatoriat Wartawan Parlemen bertajuk RUU Transportasi Online Masuk Prolegnas 2026 : Menata Mobilitas Digital, Membangun Arah Baru Transportasi Indonesia, di Kompleks Parlemen, Selasa (11/11/2025).
Huda mengatakan seiring pesatnya perkembangan digitalisasi di Indonesia, jumlah pekerja ekonomi gig (gig workers) terus meningkat signifikan. Pertumbuhan paling menonjol terlihat pada sektor transportasi daring yang melibatkan jutaan mitra pengemudi melalui platform Gojek, Grab, Maxim, Green SM, hingga Lalamove. “Selain itu, muncul pula ragam jenis profesi digital seperti influencer, content creator, YouTuber, clipper, hingga pekerja kreatif lainnya,” katanya.
Sayangnya, kata Huda hingga kini belum terdapat payung hukum yang secara khusus melindungi pekerja gig di Indonesia. Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku saat ini belum memasukkan klasifikasi gig worker sebagai bagian dari pekerja yang berhak memperoleh perlindungan formal. “Ketiadaan payung hukum telah menempatkan jutaan pekerja gig dalam posisi rentan. Mereka bekerja keras, namun tanpa jaminan perlindungan sosial, hubungan kerja yang jelas, serta mekanisme penyelesaian sengketa yang memadai,” katanya.
Huda menjelaskan, pekerja gig memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Namun secara struktur, mereka berada di posisi lemah dalam hubungan kerja dengan perusahaan aplikasi atau pemberi layanan digital. Hal ini membuat pekerja gig tidak memiliki jaminan pendapatan, perlindungan kesehatan, hingga hak atas keselamatan kerja.


















































