Jakarta -
Kualitas udara di sejumlah wilayah di Jakarta dan sekitarnya dilaporkan dalam kondisi tidak sehat usai periode libur Idul Adha. Kondisi tersebut tercatat oleh Stasiun Pemantauan Indeks Standar Pencemar Udara milik Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Dilansir Antara, Selasa (10/6/2025), berdasarkan pemantauan stasiun milik Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLH/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) dipantau dari Jakarta, tercatat Kota Tangerang berada di urutan teratas wilayah dengan kondisi udara tidak sehat berdasarkan skor Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) mencapai skor 122 sampai dengan pukul 11.00 WIB.
Selain itu kondisi tidak sehat juga terpantau di stasiun pemantauan di Kabupaten Serang dengan skor 116, DKI Jakarta dengan skor 111, Kabupaten Tangerang dengan skor 107, Kabupaten Bekasi 107, Bantar Gebang 106 serta Surabaya dengan 105. Dengan demikian, total ada 7 wilayah yang hari ini dilaporkan kualitas udaranya berada dalam kategori tidak sehat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, dari total 108 stasiun pemantauan yang terintegrasi sistem KLH, hanya 49 daerah yang termasuk dalam kategori kondisi udara baik. Sisanya berada dalam kategori kualitas udara sedang.
Kualitas udara masuk dalam kategori baik jika memiliki nilai 0-50, sementara sedang dengan nilai 51-100. Untuk kategori tidak sehat berada dalam nilai 101-200, sangat tidak sehat 201-300 dan kategori berbahaya jika sudah berada di atas nilai 300, berdasarkan Peraturan Menteri LHK nomor 14 tahun 2020.
Sebelumnya, pemerintah sedang fokus melakukan penanganan polusi udara di Jabodetabek. KLH berkomitmen akan menangani persoalan tersebut secara tegas.
"Kita menghadapi situasi serius. Jabodetabek berada dalam tekanan tinggi dari sumber pencemar, terutama emisi kendaraan bermotor yang menyumbang hingga 57 persen saat musim kemarau. Kami tidak akan membiarkan kondisi ini menjadi normal baru," ujar Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLH Rasio Ridho Sani pada pekan lalu.
Evaluasi KLH/BPLH menunjukkan pencemaran udara di Jabodetabek sebagian besar bersumber dari gas buang kendaraan bermotor menyumbang sekitar 32-57 persen, emisi industri berbasis batubara berkontribusi sekitar 14 persen, debu dari aktivitas konstruksi 13 persen, serta pembakaran terbuka sampah dan lahan 9-11 persen persen.
Selain itu, pembentukan aerosol sekunder dan kondisi meteorologis memperparah akumulasi polutan di atmosfer.
Sejumlah langkah dilakukan seperti melakukan pengawasan kawasan industri, uji emisi kendaraan bermotor bersama Kementerian Perhubungan dan Polri serta penindakan hukum terhadap sumber pencemar termasuk sejumlah perusahaan di wilayah Jabodetabek.
(yld/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini