Jakarta -
KPK telah mengumumkan delapan tersangka kasus dugaan suap pengurusan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). KPK menyebut mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Haryanto dapat jatah Rp 18 miliar.
Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, mengungkapkan proses pemerasan terhadap pengurusan TKA ini dilakukan pada periode 2019-2024 dengan jumlah uang mencapai Rp 58 miliar. Dia menyebut pihaknya juga sudah memerinci pembagian uang ini berdasarkan temuan yang dimiliki KPK hingga saat ini.
"Untuk Saudara SH, untuk sampai saat ini ya, berdasarkan alat bukti yang kita miliki, menerima kurang lebih 460 juta. Kemudian Saudara HY kurang lebih Rp 18 miliar. Kemudian Saudara WP, Rp 580 juta. Kemudian Saudari DA, kurang lebih Rp 2,3 miliar. Kemudian Saudara GW, kurang lebih Rp 6,3 miliar," ungkap Budi dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, tiga tersangka yang masing-masing merupakan staf di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing turut mendapatkan jatah, yakni tersangka Putri Citra Wahyoe senilai Rp 13,9 miliar, tersangka Alfa Eshad Rp 1,8 miliar, dan Jamal Shodiqin Rp 1,1 miliar.
Selain itu, dia menjelaskan uang sejumlah Rp 53 miliar tersebut juga ada yang dipergunakan buat makan sejumlah staf di Dirjen Binapenta. Uang yang digunakan untuk makan para staf tersebut mencapai Rp 8 miliar.
"Kurang lebih Rp 8 miliar yang dinikmati bersama, baik untuk keperluan makan siang maupun kegiatan-kegiatan yang istilahnya di luar nonbujeter," ungkap Budi.
Namun, kata dia, dari selama proses pengusutan kasus ini, ada juga sejumlah uang hasil pemerasan yang dikembalikan para staf kepada KPK. Jumlah uang yang dikembalikan senilai Rp 5 miliar.
"Mereka telah mengembalikan yang kurang-lebih tadi saya sampaikan, kurang-lebih Rp 5 miliar," pungkasnya.
Sebelumnya, KPK mengungkapkan daftar nama delapan tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan TKA di Kemnaker. Dari delapan orang tersangka, dua orang merupakan mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK).
"Mereka diduga melakukan pemerasan terhadap tenaga kerja asing yang akan melakukan pekerjaan di Indonesia dengan cara, yaitu para tenaga kerja asing ini, apabila akan masuk ke Indonesia untuk melakukan kerja, mereka akan meminta izin berupa RPTKA. Nah, kewenangan pengeluaran RPTKA ini ada di Dirjen Binapenta. Dari sini ternyata ada celah-celah di dalam pembuatan RPTKA," kata Budi saat konferensi pers, Kamis (5/6).
Berikut ini delapan tersangka kasus dugaan suap pengurusan TKA di Kemnaker:
1. Suhartono, selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker tahun 2020-2023
2. Haryanto, selaku Direktur PPTKA tahun 2019-2024 yang juga Dirjen Binapenta dan PKK tahun 2024-2025 dan kini menjabat Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Internasional
3. Wisnu Pramono selaku Direktur PPTKA tahun 2017-2019
4. Devi Angraeni selaku Direktur PPTKA tahun 2024-2025
5. Gatot Widiartono selaku Koordinator Analisis dan Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2021-2025
6. Putri Citra Wahyoe selaku petugas hotline RPTKA periode tahun 2019 sampai dengan 2024 dan Verifikator Pengesahan RPTKA pada Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2024-2025
7. Jamal Shodiqin selaku Analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019-2024 yang juga Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA tahun 2024-2025
8. Alfa Eshad selaku Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker tahun 2018-2025.
Kasus dugaan korupsi di Kemnaker yang diusut KPK ini berkaitan dengan pemerasan dalam pengurusan penggunaan tenaga kerja asing. Kasus ini terjadi selama periode 2020-2023.
Total ada delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. KPK menduga oknum pejabat di Kemnaker memeras para calon tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia.
Pemerasan yang terjadi di Kemnaker dalam kasus ini telah terjadi sejak 2019. Uang yang terkumpul dari praktik itu mencapai Rp 53 miliar.
(azh/azh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini