BPKN Desak WO Ayu Puspita Bayar Ganti Rugi: Penjara Saja Tak Cukup

4 days ago 7

Jakarta -

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mendorong aparat penegak hukum untuk tidak hanya menerapkan pidana kepada 5 tersangka penipuan wedding organizer (WO) Ayu Puspita. BPKN mendorong adanya pidana tambahan yang diterapkan berupa ganti rugi untuk memulihkan hak para korban.

"Kami mendorong penyidik dan penuntut umum untuk menggunakan Pasal 63 UUPK (Undang-Undang Perlindungan Konsumen) yang memungkinkan hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar ganti rugi kepada konsumen," kata Ketua Komisi Advokasi BPKN, Fitrah Bukhari, kepada wartawan, Rabu (10/12/2025).

Menurut dia, kerugian para korban terukur dan masif. Terlebih, korbannya lebih dari 200 pasang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan jumlah laporan resmi mencapai 87 korban dan estimasi total korban lebih dari 200 pasangan, kerugian yang terjadi nyata, terukur, dan masif. Pemulihan hak bukan pilihan, tetapi keharusan hukum," ujarnya.

Dia menilai kasus WO Ayu Puspita merupakan fenomena puncak gunung es dari lemahnya tata kelola industri wedding organizer di Indonesia. Tidak adanya standar minimal layanan, kurangnya perjanjian baku yang melindungi konsumen, serta rendahnya pengawasan membuat kasus semacam ini berulang.

"Di lapangan, kami banyak mendengar keluhan oknum pelaku usaha WO yang gagal menepati janji dengan vendor seperti dekorasi, katering, hingga MUA. Industri ini membutuhkan standardisasi nasional, termasuk mekanisme pembayaran aman, sertifikasi usaha, dan pengawasan lebih ketat," jelas Fitrah.

Fitrah menyampaikan, BPKN siap memberikan analisis hukum, masukan hingga memfasilitasi korban bila diperlukan. Dia berharap dengan adanya kasus ini dapat menjadi momentum pembenahan industri wedding organizer secara nasional.

"Kami tidak hanya memantau, tetapi aktif mendorong agar setiap korban mendapatkan keadilan. Penegakan Pasal 63 bukan hanya soal menghukum pelaku, tetapi mengembalikan martabat konsumen," ujarnya.

"Ini bukan sekadar dugaan penipuan. Ini alarm keras bahwa industri ini membutuhkan standar dan pengawasan yang lebih kuat. Hak konsumen adalah martabat warga negara, dan negara wajib menjaganya," imbuhnya.

Fitrah mengatakan negara tidak boleh membiarkan konsumen terus menjadi korban akibat lemahnya regulasi dan sanksi yang tidak menimbulkan efek jera. Dia menjelaskan dalam pasal 63 UU UUPK membuka ruang bagi empat jenis pidana tambahan salah satunya kewajiban membayar ganti rugi.

"Penarikan barang atau jasa dari peredaran, penghentian kegiatan tertentu, kewajiban membayar ganti rugi, dan pengumuman putusan hakim," jelasnya.

Sebelumnya, polisi menetapkan Ayu Puspita pemilik wedding organizer (WO) yang melakukan penipuan sebagai tersangka. Selain Ayu, ada empat orang lain yang ditetapkan sebagai tersangka. Ayu melakukan penipuan dengan menggunakan promo jasa kepada calon pengantin.

"Ya, itu promo-promo itu yang juga merupakan salah satu modus yang dilakukan oleh Tersangka juga," kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara (Jakut) Kompol Onkoseno Sukahar, Selasa (9/12).

Dia menjelaskan, promo yang diberikan oleh pelaku adalah menawarkan harga murah. Namun, pada kenyataannya, penawaran itu tidak dilakukan Ayu.

"Memberikan promo dengan harga yang lebih murah. Pada kenyataannya tidak terlaksana," jelasnya.

Berdasarkan laporan korban, pelaku diduga melakukan penipuan terkait paket pernikahan.

"Sampai ratusan (juta rupiah) kalau total dari semuanya. Dia menawarkan paket pernikahan. Pada kenyataannya, dia tidak memenuhi ketentuan itu," ujarnya.

Polisi mencatat ada 87 orang korban penipuan WO Ayu Puspita. Polisi kembali membuka ruang untuk menerima laporan dari korban.

Saksikan Live DetikPagi :

(dek/eva)

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |