Jakarta -
Pengamat Hukum Profesor (HC) Henry Indraguna menilai Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dia mengatakan Perpol itu harus dibaca secara komprehensif sebagai bentuk penataan administratif untuk melaksanakan putusan MK.
"Perpol 10/2025 harus dibaca secara utuh dan sistematis, dengan demikian aturan tersebut menjadi bentuk penataan agar penugasan anggota Polri lebih jelas secara hukum," kata Guru Besar Unissula Semarang Prof Henry Indraguna dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (15/12/2025).
Henry menjelaskan Pasal 3 ayat (3) Perpol 10/2025 mengatur pelaksanaan tugas anggota Polri dapat dilakukan pada jabatan manajerial maupun nonmanajerial. Dalam ketentuan selanjutnya, kata dia, penempatan itu dijelaskan harus berkaitan dengan fungsi kepolisian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sementara itu, Pasal 3 ayat (4) menegaskan bahwa jabatan tersebut harus memiliki keterkaitan dengan fungsi kepolisian serta dilaksanakan berdasarkan permintaan dari kementerian, lembaga, badan, atau komisi terkait," ujar Henry.
"Secara utuh dan sistematis, Perpol ini justru sejalan dengan putusan MK. Intinya menutup celah-celah yang sebelumnya belum diatur secara rapi," sambung dia.
Menurut dia, putusan MK sebelumnya justru menekankan pentingnya penataan dan pembatasan kewenangan agar praktik penugasan tersebut dilakukan secara jelas. Dia mengatakan Perpol yang dikeluarkan Kapolri sejalan dengan putusan MK tersebut.
"Putusan MK itu bukan soal boleh atau tidak bolehnya Polri diperbantukan. Justru kejelasan status dan rantai komando," kata Henry.
"Peraturan Kapolri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang baru diterbitkan tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai jabatan fungsional dan struktural bagi anggota Polri di luar institusi kepolisian," lanjutnya.
Polri Pastikan Sesuai Regulasi
Sebelumnya, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan peraturan tersebut mengatur mekanisme pengalihan jabatan anggota Polri aktif dari organisasi dan tata kerja Polri ke jabatan organisasi dan tata kerja kementerian/lembaga.
Dia menyebut pengalihan jabatan anggota Polri tersebut telah dilandasi berdasarkan beberapa regulasi. Salah satunya, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
"Terdapat regulasi pada UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri pada Pasal 28 ayat (3) beserta penjelasannya yang masih memiliki kekuatan hukum mengikat setelah amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025," kata Trunoyudo kepada wartawan, Sabtu (13/12/2025).
Selain itu, dia mengatakan ada juga Pasal 19 ayat (2) b UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pada Pasal 19 ayat (2) huruf b disebutkan bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi dari anggota Polri.
Kemudian, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Trunoyudo mengatakan, pada Pasal 147 disebutkan bahwa jabatan ASN tertentu di lingkungan instansi pusat tertentu dapat diisi oleh anggota Polri sesuai kompetensi.
Pelaksanaan Tugas Anggota Polri pada kementerian/lembaga/badan/komisi:
1. Kemenko Polkam,
2. Kementerian ESDM,
3. Kementerian Hukum,
4. Kementerian Imigrasi & Pemasyarakatan,
5. Kementerian Kehutanan,
6. Kementerian Kelautan dan Perikanan,
7. Kementerian Perhubungan,
8. Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia,
9. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,
10. Lembaga Ketahanan Nasional,
11. Otoritas Jasa Keuangan,
12. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,
13. Badan Narkotika Nasional,
14. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme,
15. Badan Intelijen Negara,
16. Badan Siber Sandi Negara, dan
17. Komisi Pemberantasan Korupsi.
(knv/fjp)


















































