KESEHATAN - Jakarta kembali menghadapi lonjakan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Data Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mencatat, sejak Januari hingga Oktober 2025, tidak kurang dari 1.966.308 warga Ibu Kota terjangkit penyakit yang menyerang tenggorokan, paru-paru, hingga hidung ini. Peningkatan kasus mulai terasa signifikan sejak Juli lalu, mengindikasikan adanya faktor pemicu yang perlu diwaspadai.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, menjelaskan bahwa ISPA memang menjadi penyakit dengan kunjungan terbanyak di fasilitas kesehatan. "Total kasus ISPA merupakan penyakit dengan jumlah kunjungan tertinggi di Puskesmas karena penularannya dapat terjadi dengan sangat mudah melalui percikan droplet maupun partikel aerosol di udara, " ujar Ani saat dihubungi wartawan di Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Ia menyoroti dua faktor utama yang berkontribusi terhadap tren kenaikan ini: polusi udara yang masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Jakarta, serta fenomena musim kemarau basah yang unik tahun ini. Kondisi cuaca yang tidak menentu ini, sambung Ani, secara langsung melemahkan sistem kekebalan tubuh masyarakat, sekaligus menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi berkembang biaknya agen-agen penyebab infeksi pernapasan.
Gejala ISPA yang umum dikenali meliputi batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan demam. Namun, tak jarang penderita juga merasakan gejala tambahan seperti hidung tersumbat, sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, bersin, hingga suara serak. "Pada kasus yang lebih berat, penderita dapat mengalami sesak napas yang memerlukan penanganan medis segera, " tegas Ani.
Meskipun demikian, ancaman ISPA dapat diminimalisir dengan penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang konsisten. Langkah-langkah sederhana namun krusial seperti mencuci tangan secara rutin dengan sabun dan air mengalir, menghindari kerumunan yang tidak perlu, serta menggunakan masker saat berada di tempat ramai atau area publik sangat dianjurkan. Menerapkan etika batuk dan bersin yang benar juga menjadi kunci pencegahan.
Selain itu, penting untuk membatasi aktivitas saat merasa tidak enak badan, menjauhi paparan asap rokok, serta memperkuat daya tahan tubuh melalui konsumsi makanan bergizi seimbang, istirahat yang cukup, olahraga teratur, dan pengelolaan stres yang baik. "Segera mengakses layanan kesehatan apabila mengalami gejala batuk dan pilek, " imbau Ani.
Laporan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengonfirmasi adanya fenomena cuaca panas yang melanda sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk Jakarta, akibat posisi gerak semu matahari di selatan ekuator pada Oktober lalu, dengan suhu maksimal mencapai 36, 7 derajat Celcius. Fenomena ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga November 2025.
Menyikapi potensi dampak cuaca panas terhadap kesehatan, pakar kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama menyarankan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta proaktif memberikan edukasi kepada warga mengenai bahaya cuaca panas ekstrem. Ia juga menekankan pentingnya memastikan seluruh fasilitas pelayanan kesehatan siap memberikan penanganan cepat dan mudah bagi warga yang mengalami gangguan kesehatan akibat cuaca tersebut.
Cuaca panas ekstrem dapat memicu berbagai masalah kesehatan, mulai dari sengatan panas (heatstroke), dehidrasi, keracunan makanan akibat bakteri yang lebih cepat berkembang biak, hingga kelelahan akibat panas yang menguras energi. (PERS)