Wamensos: Masyarakat Nyaman Terima Bansos, Cenderung Enggan Graduasi Diri

3 hours ago 1

Jakarta -

Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono mengungkap tantangan pemerintah dalam mengalokasikan bantuan sosial (bansos). Tantangan itu adalah warga yang terlalu nyaman menjadi penerima bansos.

"Ini ada problem mindset yang belum clear hingga kemudian masyarakat itu merasa nyaman menerima bansos-bansos," kata Agus dalam acara diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (24/5/2025).

Rasa ketergantungan itu dinilai menjadi penyebab warga penerima bansos enggan meningkatkan kualitas diri untuk keluar dari status penerima bantuan. "Dan mereka cenderung enggan untuk mengraduasi diri," sambung dia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agus mengatakan jajarannya harus rutin memberikan sosialisasi untuk membangkitkan semangat masyarakat agar mampu berdaya. Dia mengaku tiap pekan keliling ke daerah untuk sosialisasi pemberdayaan masyarakat.

"Saya sama Pak Menteri kasarannya tiap minggu keliling ke seluruh titik-titik yang ada di Indonesia. Sosialisasi tentang program pemberdayaan masyarakat. Kita mengatakan, 'Bapak-bapak, ibu-ibu jangan berhenti dan menikmati atau berada di zona nyaman bantuan sosial," ungkap dia.

Oleh karena itu, Agus pun meminta bantuan Kantor Komunikasi Kepresidenan, atau Presidential Communication Office (PCO), dalam menyukseskan sosialisasi tersebut. Pasalnya, langkah ini perlu dilakukan agar masyarakat tidak terus menjadi penerima bansos dan bisa memberdayakan diri mereka.

"Problem pemberdayaan bukan hanya problem intervensi atau pun dukungan program. Tetapi ada persoalan yang mendesak yang saya minta nanti kepada kawan-kawan di PCO juga bekerja sama," sebut Agus.

Agus menyampaikan sejak awal dirinya dilantik, Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya akurasi data dalam pelaksanaan program bantuan sosial.

"Pak Presiden menyampaikan ke saya untuk memastikan bantuan sosial tepat sasaran," ujarnya.

Tonton juga "Pemerintah Jamin Efisiensi Tak Ganggu Bansos & Layanan Publik" di sini:

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Menurutnya, selama ini banyak kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah memiliki data masing-masing yang tidak terintegrasi, sehingga menyulitkan upaya penyaluran bantuan secara tepat. Kini, di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Indonesia untuk pertama kalinya memiliki Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional.

Data tunggal tersebut dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025, yang mewajibkan semua program pemerintah disusun berdasarkan data ini. Data tersebut tidak hanya mencatat jumlah penduduk, tetapi juga memetakan secara rinci jumlah masyarakat miskin, miskin ekstrem, alamat, hingga profil ekonomi mereka.

Agus menjelaskan bahwa saat ini terdapat sekitar 24 juta penduduk miskin atau sekitar 8,57 persen dari total populasi Indonesia yang mencapai 285,6 juta jiwa. Dari angka tersebut, 3,17 juta jiwa dikategorikan sebagai miskin ekstrem, yakni mereka yang memiliki pengeluaran di bawah Rp400.000 per kapita per bulan.

"Pak Presiden menargetkan angka miskin ekstrem harus diselesaikan pada tahun 2026, sementara angka kemiskinan harus ditekan di bawah 5 persen pada tahun 2029," tambahnya.

Simak juga video "Wamensos Ungkap Persiapan untuk Program Makan Bergizi Gratis" di sini:

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |