Jakarta -
Kementerian Sosial merintis Sekolah Rakyat untuk anak-anak dari keluarga miskin ekstrem di NTB. Program ini jadi harapan baru agar mereka tetap bisa mengenyam pendidikan bermutu tanpa biaya.
Kementrian Sosial membangun Sekolah Rakyat untuk anak-anak dari keluarga miskin kategori ekstrem di NTB. Program ini pun diharapkan dapat memfasilitasi mereka dalam menempuh pendidikan bermutu tanpa biaya.
"Sekolah ini didirikan untuk mencetak anak-anak unggulan dengan jiwa nasionalisme yang tinggi, berkarakter kuat, memiliki ilmu dan keterampilan yang cakap, sehingga membentuk mereka menjadi manusia yang berkualitas dan berakhlak. Anak-anak Berjiwa Merah Putih," ucap Kepala Sentra Paramita Mataram, Arif Rohman, dalam keterangannya, Sabtu (24/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejauh ini, ada 108 anak calon siswa yang terdaftar dalam Sekolah Rakyat 2025. Mereka pun berasal dari 10 kecamatan di kabupaten Lombok Barat, NTB.
Kehadiran sekolah ini diharapkan dapat membuka akses seluas-luasnya bagi siswa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi, lingkungan belajar yang kondusif, dan mendukung masa depan mereka.
Sebagai langkah konkret, NTB akan menjadi lokasi awal pembangunan lima Sekolah Rakyat dengan luas area minimal 6 hektare di tiap lokasi. Fasilitasnya dirancang lengkap: asrama, ruang kelas dari SD hingga SMA, layanan kesehatan, ruang makan, perpustakaan, lapangan sepak bola, dan berbagai fasilitas lainnya.
Sambil menunggu lokasi utama terbangun hingga tahun depan, Kementrian Sosial (Kemensos) RI mendapatkan kepercayaan dari Presiden Prabowo untuk menyelenggarakan Sekolah Rakyat pada tahap pertama. Sentra Paramita menjadi salah satu Sekolah Rakyat tahap pertama yang ditunjuk untuk menerima 4 rombongan belajar (rombel) berkapasitas 100 siswa pada jenjang kelas 1 SMP.
Sesuai arahan Menteri Sosial RI, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), para calon siswa diprioritaskan berasal dari keluarga dalam kategori desil 1 berdasarkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), yaitu masyarakat miskin dan miskin ekstrem. Program ini diharapkan menjadi solusi berkelanjutan untuk menjaga akses pendidikan tetap terbuka bagi anak-anak dari keluarga rentan.
Salah satu calon siswa, Novatul Alfatiha (12), yang berdomisili di Kuripan, Lombok Barat, mengaku sangat ingin bersekolah.
"Saya ingin sekolah, ingin meringankan ibu. Kalau saya bisa masuk sekolah ini (Sekolah Rakyat), saya tetap bisa lanjut sekolah, ibu enggak susah, enggak sedih lagi," ungkapnya.
Ibunda Nova, Fatimatul, membagikan kisah perjuangannya. Ia menjelaskan bahwa seumur hidup ia tak pernah berhutang, tetapi dampak COVID-19 terpaksa membuatnya mengangsur ke bank hingga kini.
"Utang kami banyak. Belum lagi utang pada rentenir," ucapnya.
Ia melanjutkan, dulu ia sempat menjadi penerima bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) PKH dan bansos sembako, kini ia mengundurkan diri dari kepesertaan PKH karena penghasilannya meningkat lewat usaha kecil-kecilan di rumahnya.
"Meskipun hidup kami terpuruk, saya tidak ingin anak-anak juga ikut terpuruk. Alhamdulillah, anak-anak berkeinginan sekolah semua. Termasuk Nova. Anak ini keinginan bersekolahnya kuat," lanjutnya.
Fatimatul juga menambahkan, jika anak-anaknya sudah terjamin sekolah dan hidupnya, ia dan suami bisa fokus bekerja untuk mencari cara melunasi utang-utang pada bank dan rentenir.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Hj. Lale Syifaun Nufus, turut menyatakan dukungan penuh pada inisiatif ini.
"Sudah sangat tepat, anak kita seperti Nova ini menjadi siswa di Sekolah Rakyat. Bahkan dia harus menjadi prioritas yang wajib diterima," pungkasnya.
(ega/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini