Kasus suap hakim terkait vonis lepas terdakwa korporasi minyak goreng (migor) tengah bergulir. Tawaran suap senilai USD 1 juta terungkap dalam sidang.
Hal itu disampaikan oleh mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Rudi Suparmono. Dia mengungkap tawaran itu disampaikan oleh seseorang bernama Agusrin Maryono.
Rudi Suparmono diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap vonis lepas perkara minyak goreng di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/9/2025). Duduk sebagai terdakwa ialah hakim Muhammad Arif Nuryanta, panitera Wahyu Gunawan, hakim Djuyamto, hakim Agam Syarief Baharudin, dan hakim Ali Muhtarom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rudi mengatakan Agusrin meminta bantuan terkait perkara minyak goreng. Rudi mengklaim Agusrin tak menjelaskan detail bantuan yang diminta.
"Sepemahaman saudara kata atau makna mohon dibantu itu seperti apa?" tanya jaksa.
"Saat itu saya nggak nanya secara langsung keinginannya apa, karena memang beliau juga nggak lama di ruangan, hanya itu saja. Dan kemudian saya tidak mencermati itu sebagai sesuatu yang kemudian harus A, harus B, harus C. Saya hanya tahu itu mohon dibantu saja," jawab Rudi.
Rudi mengatakan Agusrin datang lagi menemuinya dan memberikan tawaran. Dia menyebutkan Agusrin menawarkan USD 1 juta atau setara Rp 16,3 miliar berdasarkan kurs saat ini untuk membantu perkara minyak goreng.
"Saat itu beliau menawarkan ke saya uang 1 juta dolar (USD)," jawab Rudi.
"Apa permintaannya pak?" tanya jaksa.
"Bantuan tadi," jawab Rudi.
Jaksa mendalami permintaan bantuan yang diinginkan Agusrin dengan tawaran USD 1 juta tersebut. Rudi mengaku tak berkomentar apapun saat itu.
"Konteks dibantunya apa? Diputus bebas misalkan?" tanya jaksa.
"Ndak ada sama sekali, nggak bicara soal itu," jawab Rudi.
"Jadi kalau dibantu itu 1 juta USD pemahaman saudara masak tidak bertanya pak?" tanya jaksa.
"Saat itu saya tidak kejar untuk bertanya, saya hanya mendengar saja apa yang disampaikan," jawab Rudi.
"1 juta USD kan cukup besar pak," ujar jaksa.
"Betul, cukup besar, dan saat itu saya tidak komentar apa pun," jawab Rudi.
Nyesal Tak Lapor soal Tawaran Suap
Rudi mengaku mendapat tawaran USD 1 juta itu dari seseorang bernama Agusrin Maryono. Dia mengatakan Terdakwa Muhammad Arif Nuryanta (MAN) lalu menyerahkan kepadanya untuk menyikapi tawaran tersebut. Saat kasus itu terjadi Rudi merupakan Ketua PN Jakpus dan Arif Wakil Ketua PN Jakpus.
"Setelah Saudara bertemu Agusrin dan ada tawaran 1 juta USD untuk membantu perkara migor ya, Pak, apakah saudara pada saat itu berkoordinasi atau memanggil Waka PN, Pak? Pada saat itu Terdakwa MAN," tanya jaksa.
"Sejatinya kan saya dari awal udah ngomong nggak tahu persis itu perkara, makanya saya harus tahu kejelasan itu perkara apa. Saya bertemu dengan Pak Arif waktu itu saya ke ruangan beliau kalau nggak salah," jawab Rudi.
"Bapak ke ruangan Pak Arif?" tanya jaksa.
"Kalau nggak salah saya ke ruangan beliau, untuk memastikan tadi itu dan saat saya bertanya beliau posisinya dalam kondisi biasa, artinya nggak menerangkan apapun tentang itu, diserahkan ke saya," jawab Rudi.
Rudi mengatakan tidak menyampaikan ke Arif terkait nominal tawaran USD 1 juta tersebut. Dia mengatakan hanya menyampaikan ke Arif bila Agusrin datang menemuinya dan meminta agar perkara minyak goreng 'dibantu'.
Rudi mengaku memilih untuk tidak menindaklanjuti tawaran Agusrin tersebut. Dia memahami jika tindakannya saat mencari tahu soal perkara tersebut ke Arif adalah salah.
"Nah, ini kan jawaban-jawaban yang bias ya, Pak ya, monggo, silakan, Pak, pemahaman Saudara pada saat Pak MAN menyampaikan itu apa, Pak? Artinya tawaran itu boleh Bapak tindak lanjuti atau seperti apa?" tanya jaksa.
"Intinya diserahkan ke saya untuk memilih, saya tidak diarahkan untuk milih A atau B. Maka kemudian saya sikapi itu dengan pilihan saya, untuk tidak menindaklanjuti," jawab Rudi.
"Saudara kan saat itu ya sebagai pejabat, mohon maaf, di lingkungan peradilan harusnya kan tahu itu, Pak, itu hal yang bernuansa negatif ya, Pak. Kenapa saudara tidak menolak tegas pada saat itu? Untuk mengingatkan misalkan Pak MAN saat itu untuk tidak bermain-main dengan perkara yang ditangani?" tanya jaksa.
"Saya akui saat itu memang saya ingin kejelasan lalu bertanya, tidak lebih dari itu, hanya untuk bertanya dulu posisinya seperti apa. Itu memang secara jabatan tidak dibenarkan, paham," jawab Rudi.
Jaksa mendalami apakah Rudi tidak membuat laporan terkait upaya suap melalui tawaran yang diberikan Agusrin. Rudi mengaku tidak melapor dan hanya menyimpan hal itu untuk dirinya sendiri.
"Saudara tidak mencoba membuat laporan misalkan upaya penyuapan seperti itu?" tanya jaksa.
"Saya keep untuk saya saja," jawab Rudi.
"Kemudian, pada masa jabatan saudara, ini kan perkara migor bergulir, Pak, ya. Kemudian pada akhirnya perkara migor itu putus pada saat saudara masih menjabat atau setelah saudara tidak menjabat lagi?" tanya jaksa.
"Saya sudah meninggalkan PN Pusat," jawab Rudi.
Sebagai informasi, majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas ke terdakwa korporasi migor diketuai hakim Djuyamto dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa Djuyamto, Agam, Ali menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama terkait vonis lepas tersebut.
Total suap yang diterima para terdakwa diduga sebesar Rp 40 miliar. Uang suap itu diduga diberikan Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku pengacara para terdakwa korporasi migor tersebut. Mereka juga sudah menjadi tersangka.
Uang suap Rp 40 miliar itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
Rudi sendiri merupakan terdakwa kasus suap terkait vonis bebas Ronald Tannur dalam kasus tewasnya Dini Sera yang diadili di PN Surabaya. Saat suap vonis bebas Ronald terjadi, Rudi merupakan Ketua PN Surabaya. Kini, Rudi juga telah divonis 7 tahun penjara.
Saksikan Live DetikPagi:
(ygs/ygs)