Tak Sekadar Peringatan, Ini Makna Hari Bahasa Isyarat Internasional

4 hours ago 3

Jakarta -

Tanggal 23 September diperingati sebagai Hari Bahasa Isyarat Internasional. Namun, penetapan hari tersebut tentunya tidak terlepas dari perjalanan sejarah yang cukup panjang.

Tidak hanya itu, Hari Bahasa Isyarat Internasional juga sebagai wujud untuk memahami dan meningkatkan kesadaran terhadap masalah-masalah yang kerap diharap oleh para teman tuli. Melansir berbagai sumber, berikut serba-serbi Hari Bahasa Isyarat Internasional.

Sejarah Hari Bahasa Isyarat Internasional

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melansir United Nations, Majelis Umum PBB telah menetapkan 23 September sebagai Hari Bahasa Isyarat Internasional. Usulan tersebut datang World Federation of the Deaf (WFD) atau Federasi Tuli Sedunia, yang mewakili asosiasi tuli dari 133 negara serta mewakili hak-hak sekitar 70 juta orang tuli di seluruh dunia.

WFD mencatat terdapat lebih dari 70 juta teman tuli di seluruh dunia. Secara kolektif, mereka menggunakan lebih dari 300 bahasa isyarat yang berbeda.

Untuk itu, lewat usulan tersebut mereka bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya bahasa isyarat. Adapun tanggal 23 September dipilih sebagai Hari Bahasa Isyarat Internasional karena merupakan peringatan didirikannya WFD pada tahun 1951. Hari tersebut menandai lahirnya sebuah organisasi advokasi yang salah satu tujuannya melestarikan bahasa isyarat dan budaya tuli, serta mewujudkan hak asasi manusia teman tuli.

Perayaan & Tema Hari Bahasa Isyarat Internasional

Pekan Internasional Tuli pertama kali dirayakan pada September 1958. Sejak saat itu, perayaan tersebut berkembang menjadi gerakan global persatuan tuli dan advokasi bersama untuk meningkatkan kesadaran terhadap masalah yang dihadapi para teman tuli.

Dilansir dari The International Center, WFD memiliki cara khusus untuk merayakan Hari Bahasa Isyarat Internasional. Salah satunya dengan mendedikasikan seluruh minggunya untuk komunitas tuli, dan memilih tema yang unik setiap tahunnya.

Pada tahun 2024 misalnya, temanya 'Sign up for Sign Language Rights' atau 'Daftar untuk Hak Bahasa Isyarat'. Sementara itu 'No Human Rights Without Sign Language Rights' atau 'Tak Ada Hak Asasi Manusia Tanpa Hak Bahasa Isyarat' menjadi tema resmi pada tahun ini. Tema ini menekankan agar para teman tuli dapat sepenuhnya menjalankan hak mereka dan berpartisipasi secara setara dalam masyarakat.

Komunitas Tuli di Indonesia

Bahasa isyarat memungkinkan komunitas Tuli untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial. Sayangnya, masih banyak tantangan yang dihadapi, mulai dari pendidikan hingga kurangnya fasilitas publik yang ramah bahasa isyarat. Bahkan menurut WFD, diperkirakan sekitar 80% dari 70 juta tuna rungu di dunia saat ini tidak mengenyam pendidikan sama sekali.

Hal ini pun mendorong berbagai komunitas hadir untuk mewujudkan hak-hak para teman Tuli. Di Indonesia, salah satu sosok Nissi Taruli Felicia muncul sebagai salah satu Individu Tuli yang memperjuangkan hak dan suara teman Tuli, khususnya perempuan Tuli di Indonesia.

Bersama komunitasnya, FeminisThemis pada tahun 2021 mendapatkan micro grant serta pendampingan intensif dari Unilever Indonesia dalam program Every U Does Good Heroes, Nissi dan teman-temannya berupaya mewujudkan komunitas feminis tuli yang aksesibel dan edukatif bagi tuli dalam melawan ketidakadilan, serta memperjuangkan kesetaraan gender.

"Beberapa tantangan yang masih dihadapi teman-teman perempuan Tuli antara lain adalah: tidak terpenuhinya hak Bahasa Isyarat sehingga mereka jadi terbatas untuk berkomunikasi/berekspresi, mengakses informasi, layanan, hingga keadilan. Selain itu, mereka juga memiliki keterbatasan pengetahuan dan akses informasi, terutama yang bersifat pribadi seperti mengenai hak tubuh, hak kesehatan seksual, dan reproduksi," ungkap Nissi.

"Yang tak kalah menantang, ada pula kecenderungan victim blaming dimana banyak masyarakat masih menyalahkan pihak penyintas saat mereka melaporkan kekerasan seksual sehingga membuat penyintas lainnya memilih untuk diam," imbuhnya.

Nissi banyak berkolaborasi dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki visi yang sejalan, salah satunya Unilever Indonesia. Salah satunya dengan menghadirkan Kursus Bahasa Isyarat yang telah berjalan selama 3 tahun untuk para karyawan Unilever Indonesia. Kegiatan ini ditujukan agar karyawan bisa memahami budaya Tuli dan siap untuk bekerja dengan teman Tuli.

Tahun lalu, FeminisThemis bersama Unilever Indonesia menggelar program FeminisThemis Academy untuk kedua kalinya di Bandung, Yogyakarta, dan Malang. Forum ini menjadi wadah edukasi untuk meningkatkan literasi kesadaran diri dan keadilan gender dalam mencegah kekerasan seksual yang kerap menimpa perempuan tuli.

Selama 3 bulan program berjalan, lebih dari 150 teman tuli mendapatkan edukasi tentang hak perempuan tuli untuk hidup lebih aman, adil, dan setara melalui pengetahuan tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi.

(ega/ega)

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |