Jaksa mengatakan surat dari PT Google Indonesia terkait laptop merek Chromebook ke Kemendikbud era Muhadjir Effendi baru dibalas di era Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim. Pengacara Nadiem menjelaskan alasannya.
"Pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada masa kepemimpinan Muhadjir Effendy memiliki tujuan dan konteks yang berbeda dengan era Nadiem, yakni fokus pada jangkauan seluruh wilayah, termasuk daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T). Chrome OS dinilai tidak sesuai dan tidak dipilih. Di era Nadiem, konteksnya berbeda," ujar pengacara Nadiem dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat (19/12/2025).
Keterangan tertulis itu merupakan hak jawab untuk pemberitaan dengan judul 'Jaksa: Surat Google soal Chromebook Tak Dijawab Muhadjir, Dibalas di Era Nadiem'. Pengacara mengatakan awalnya pengadaan laptop Chromebook ditujukan untuk sekolah yang telah memiliki listrik dan akses internet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengadaan laptop dengan Chrome OS ditujukan bagi sekolah yang memiliki listrik dan internet, awalnya pengadaan TIK Era Nadiem diagendakan sebagai penguatan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan transformasi digital pendidikan," ujar pengacara Nadiem.
Namun pandemi COVID-19 membuat situasi berubah. Pengacara menyebut pandemi COVID-19 mengharuskan peralihan cepat ke sistem pembelajaran jarak jauh.
"Namun pandemi COVID-19 menuntut peralihan cepat ke pembelajaran jarak jauh (PJJ) sesuai arahan Presiden saat itu. Dalam situasi tersebut, hasil kajian berlapis tim Kemendikbudristek merekomendasikan Chrome OS sebagai sistem operasional yang paling sesuai dengan kebutuhan pembelajaran saat itu. Adapun surat balasan yang diberikan oleh Kemedikbudristek era Nadiem kepada Google ditandatangani oleh Sekjen Ainun Naim," ujarnya.
Pengacara juga menyebut tidak ada pertemuan antara pihak Google dengan Nadiem pada November 2019. Pengacara Nadiem mengatakan pertemuan Google pada November 2019 itu dilakukan oleh Ibrahim Arief, Jurist Tan dan Nadia.
"Pertemuan Google pada November 2019 dilakukan oleh IBAM, Jurist Tan (JT), dan Nadia. Masih perlu digali, apakah pertemuan ini atas arahan NAM atau untuk kepentingan PSPK. Quod Non benar ada Rapat dengan Google tidak otomatis menunjukkan adanya mens rea dan/atau korupsi, perlu diperoleh fakta persidangan atas substansi Rapat tersebut, mengingat sejak 2018 (zaman Mendikbud Muhadjir) Google telah mengirim penawaran secara resmi untuk kepentingan pendidikan di Indonesia," ujarnya.
Pengacara juga menjelaskan soal mundurnya Nadiem dari Gojek dan PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (AKAB). Pengacara menyebut hal itu menunjukkan iktikad baik Nadiem saat diangkat sebagai pejabat.
"Mundurnya Nadiem dari jabatan Komisaris Utama PT AKAB dan Direktur Utama PT Gojek Indonesia (PT GI) dilakukan secara sukarela, iktikad baik, dan menghindari konflik kepentingan. Banyak pejabat dari kalangan pengusaha juga melakukan hal tersebut. Penunjukan beberapa orang sebagai penerima kuasa atas hak suara saham Nadiem di PT AKAB, merupakan transaksi wajar dan dilakukan murni untuk menghindari konflik kepentingan," ujarnya.
Pengacara juga menjawab soal penunjukan Jurist Tan dan Fiona sebagai staf khusus Nadiem. Menurut pengacara, hal itu merupakan sesuatu yang wajar dan sesuai aturan.
"Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2019 tentang organisasi kementerian negara, menteri berhak mengangkat staf khusus maksimal 5 orang untuk memberikan saran dan pertimbangan yang strategis," ujarnya.
Pengacara Nadiem juga menjelaskan soal grup WhatsApp yang muncul dalam dakwaan. Menurut pengacara, grup WhatsApp itu dibuat bukan untuk membahas soal Chromebook.
"Nadiem membentuk grup WA karena telah mendapat informasi akan diangkat sebagai Menteri, untuk mengumpulkan pakar kompeten sebagai calon staf khusus dan penasihat. Grup WA tersebut pertama kali dibentuk pada Juli 2019 dengan nama 'Edu Org' bukan 'Mas Menteri Core'," ujarnya.
"Grup WA tersebut berubah nama dari 'Edu Org' menjadi 'Mas Menteri Core' setelah Nadiem dilantik dan menjabat sebagai Mendikbud," sambungnya.
Berikutnya, pengacara menyebut pembahasan mengenai Chromebook baru muncul pada 6 Mei 2020 atau setelah Nadiem menjabat Mendikbud. Pengacara juga menyebut pembahasan terkait Chrome OS dan Windows dilakukan secara objektif.
"Memasukkan program AKM ke dalam program merdeka belajar bukan merupakan perbuatan melawan hukum. Program AKM merupakan program yang telah sesuai dengan RPJMN dan Renstra Kemendikbud 2020-2025. Program AKM juga merupakan salah satu fokus Presiden Jokowi dalam rangka peningkatan peringkat PISA Indonesia (dibuktikan dengan arahan presiden di ratas)," ujarnya.
Pengacara juga menepis Nadiem menginisiasi Zoom Meeting pada 6 Mei 2020. Menurutnya, Nadiem dihubungi oleh stafsusnya, Fiona, soal rapat itu sehari sebelumnya. Pengacara menyebut Nadiem meminta penjelasan lengkap dari tim dalam rapat daring itu.
"Pernyataan Nadiem berupa 'Go ahead with Chromebook' dalam rapat tersebut bukan merupakan keputusan final, tetapi lebih kepada arahan untuk melanjutkan kajian teknis yang lebih mendalam dan untuk melibatkan pihak-pihak terkait dalam proses pengujian lebih lanjut," ujar pengacara.
"Nadiem meminta untuk melibatkan Jamdatun dan LKPP untuk menjadi bagian dari proses untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil sesuai dengan peraturan yang berlaku dan untuk memberikan masukan teknis serta legal," sambungnya.
Pengacara juga menjelaskan soal pengadaan Chrome Device Management (CDM). Menurut pengacara Nadiem, CDM punya manfaat bagi pendidikan Indonesia. Antara lain, katanya, membantu pengguna laptop memperbaiki virus dan malware yang masuk ke dalam laptop, melakukan update software dari jarak jauh sehingga menciptakan efisiensi waktu dan biaya.
"Fungsi registrasi dan identifikasi, untuk memantau jumlah Chromebook/laptop yang telah aktif dan digunakan. Fungsi Pengelolaan dan pengendalian: kantor pusat dapat mengendalikan setiap aplikasi, website, dan software yang digunakan pada Chromebook, sehingga dapat mencegah akses ilegal pada Chromebook," ujarnya.
Pengacara juga membantah Nadiem mencopot dua direktur karena beda pendapat soal Chromebook. Pengacara menyebut pencopotan dilakukan atas dasar evaluasi kinerja.
"Keputusan ini merupakan bagian dari reformasi internal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan guna meningkatkan efektivitas pengelolaan pendidikan dasar dan menengah," ucapnya.
Terakhir, pengacara menepis isi dakwaan yang menyebut Nadiem menerima Rp 809 miliar. Pihak pengacara menyatakan tak ada bukti Nadiem menerima uang itu.
"Tidak ada bukti bahwa Nadiem menerima keuntungan pribadi atau memperkaya pihak lain. Kekayaannya justru merosot 51% saat menjabat Menteri. Transfer dana Rp 809.596.125.000 dari PT AKAB ke PT Gojek Indonesia pada tahun 2021, murni transaksi korporasi internal PT AKAB, tidak ada kaitannya dengan Nadiem maupun kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Transaksi ini adalah langkah administratif tata kelola menjelang IPO PT Gojek Tokopedia (dahulu PT AKAB), pada tahun 2022," ujar pengacara.
Berikut penjelasan pengacara terkait duit Rp 809 miliar tersebut:
- Tahun 2010 didirikan PT Gojek Indonesia untuk menampung driver ojek sebagai perusahaan transportasi.
- Tahun 2014 sampai 2012: Karena restriksi modal asing pada perusahaan transportasi, kemudian dibentuk PT AKAB sebagai entitas yang akan menerima investasi asing dari Angel Investor dan Capital Venture, Google merupakan investor yang menyuntikkan dana di PT AKAB pada tahun 2018.
- 2014 sampai 2021: sejak berdirinya PT AKAB, PT Gojek Indonesia secara bertahap menerima utang dari PT AKAB, yang digunakan PT Gojek Indonesia sebagai modal kerja/dana operasional, sehingga jumlah utang PT Gojek Indonesia ke PT AKAB selama periode ini adalah sebesar Rp 809 M.
-2021: Untuk kepentingan IPO, pada tahun 2021 PT AKAB menyuntik dana ke PT Gojek senilai Rp 809 milyar dengan skema akuisisi melalui penambahan modal murni. Selanjutnya Rp 809 M tersebut digunakan oleh PT Gojek Indonesia untuk melunasi utangnya kepada PT AKAB sebagaimana dimaksud poin 3. Tujuan Transaksi ini meresmikan PT Gojek Indonesia sebagai Anak Perusahaan terkendali PT AKAB dan pelunasan utang.
Sebelumnya, jaksa telah membacakan dakwaan kasus korupsi pengadaan Chromebook dengan terdakwa Sri Wahyuningsih selaku mantan Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Mulyatsyah selaku mantan Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku tenaga konsultan. Dalam dakwaannya, jaksa menyebut perbuatan para terdakwa telah merugikan negara Rp 2,1 triliun.
Nadiem juga merupakan terdakwa dalam kasus ini. Namun, sidang dakwaannya baru akan digelar pekan depan karena Nadiem masih dirawat di rumah sakit.
Simak juga Video 'Jaksa Ungkap Chromebook Era Nadiem Tak Bisa Dipakai di Daerah 3T':
(haf/imk)

















































