Jakarta -
Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menilai Presiden Prabowo Subianto telah menggulirkan kebijakan patriotik dalam memperkuat perekonomian nasional. Penilaian itu didasarkan pada langkah Prabowo merevisi peraturan pemerintah (PP) yang mengatur devisa hasil ekspor (DHE).
Pada 17 Februari lalu, Prabowo diketahui menetapkan PP Nomor 8 Tahun 2025 yang mengubah PP Nomor 36 Tahun 2023 Tentang DHE Dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Pasal 7 peraturan baru itu mengharuskan pengekspor menempatkan DHE sumber daya alam (SDA) ke sistem keuangan nasional selama paling singkat 12 bulan.
"Kebijakan di awal masa pemerintahan Bapak Prabowo ini menurut saya sangat pariotik, karena ini untuk memperkuat struktur perekonomian nasional kita," kata Misbakhun kepada wartawan, Kamis (24/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Legislator Partai Golkar itu menegaskan aturan baru soal DHE tersebut merupakan upaya memperkuat cadangan devisa nasional. Menurut Misbakhun, DHE memiliki pengaruh yang sangat fundamental terhadap kekuatan ekonomi nasional yang diukur dari cadangan devisa.
Misbakhun lantas merujuk klausul "bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945. Menurut dia, data Kemenko Perekonomian menunjukkan ekspor nasional masih didominasi sektor SDA.
Nilai ekspor SDA pada 2024 mencapai USD 166,04 miliar atau 62,7 persen dari total ekspor nasional tahun lalu. "Ini jumlah yang sangat besar sekali," katanya.
Misbakhun mengingatkan bahwa di sisi lain ada aktivitas ekonomi di dalam negeri yang juga harus ditopang secara finansial, likuiditas, dan dukungan lainnya. Dia menegaskan DHE harus bisa membangkitkan aktivitas perekonomian di dalam negeri.
"Kalau hasil ekspornya itu tidak kembali ke Tanah Air dan tidak bisa men-generate aktivitas bisnis yang lain, maka secara konstitusional ada hal yang belum sempurna dalam menjalankan ekonomi nasional kita," tuturnya.
Misbakhun mengatakan DHE memang merupakan transaksi lintas batas negara. Selain itu, membiayai pengelolaan SDA juga tidak mudah sehingga sering kali pengelolanya terkoneksi dengan perbankan di luar negeri, bahkan harus terikat dengan pembayaran oleh sindikasi perbankan internasional.
Namun, ketentuan PP 8 Tahun 2025 memberikan tekanan yang sangat kuat tentang berbagai kewajiban yang harus dipenuhi pengekspor SDA. Misbakhun mengatakan aturan itu memberikan perubahan yang sangat signifikan kepada seluruh pelaku ekspor SDA.
"Ini memberikan sebuah keharusan, bukan lagi persuasif. Pengekspor hasil pertambangan, kecuali minyak dan gas bumi, itu harus menempatkan 100 persen devisa sumber daya alam sistem keuangan nasional selama 12 bulan, khususnya di bank nasional," ucapnya.
Misbakhun menyakini kebijakan tersebut dalam jangka panjang akan berdampak signifikan bagi perekonomian nasional. Sebab, cadangan likuiditas makin kuat sehingga Bank Indonesia (BI) bisa menjaga nilai kurs rupiah makin kuat.
"Tentunya kemampuan BI untuk menjaga stabilisasi nilai tukar juga makin baik," ujarnya.
Meski demikian, Misbakhun juga menekankan pentingnya ketentuan soal DHE itu diikuti kebijakan yang memberikan dampak ekonomi kuat terhadap sektor riil. Menurut dia, DHE yang besar tetapi tidak berimbas ke sektor riil justru menjadi masalah baru.
"Dorongan ekonomi yang kuat itu datang dari sektor riil, investasi, penciptaan lapangan kerja, konsumsi, dan itu saling berkaitan," pungkas Misbakhun.
(ygs/ygs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini