Ketum PDIP yang juga Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menilai gelar pahlawan harus diberikan dengan hati-hati bukan gampangan. Awalnya Megawati menyinggung perjuangannya terkait pencabutan Tap MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 yang menyangkut mendiang ayahnya, Presiden pertama RI, Sukarno.
"Bayangkan saya tiap kali diam pergi terus ke Setneg hanya untuk menanyakan ini TAP itu mau diapakan, kalau Bung Karno bersalah harusnya demi keadilan maka dia boleh dong dimasukan ke dalam pengadilan untuk menunjukkan apa dia bersalah atau tidak. Tapi saya terus berjuang akhirnya, pada tanggal, akhirnya MPR kan membatalkan," kata Megawati saatk memberikan keynote speaker seminar internasional dalam rangka peringatan ke-70 tahun Konferensi Asia Afrika di Perpustakaan Bung Karno, Blitar, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Megawati mengatakan Bung Karno bersikap diam terhadap tap tersebut agar tak terjadi perang saudara. Bagi Megawati, sosok Bung Karno merupakan cerminan pemimpin yang luar biasa.
"Saya hitung dicabut itu 57 tahun 7 bulan, dan Bung Karno tidak menunjukan sikap cengeng. Dia diam. Saya tanya kenapa bapak tidak melawan ? Kalau melawan pasti terjadi yang namanya perang saudara. Ayo, ayo, ayo. Anak muda pakai pikiran mu, itu sebetulnya pemimpin yang luar biasa bagi saya. Dia diam saya ndak tahu, saya keluarga saja minta dia itu sebetulnya apa sih, tahanan? Tahanan kok udah ditahan gitu aja diisolasi, nggak ada," ujarnya.
Lalu, Megawati menyinggung pemberian gelar pahlawan harus diberikan dengan hati-hati. Dia mengaku berani tanggung jawab atas gelar pahlawan yang diberikan untuk Bung Karno.
"Terus sekarang Republik Indonesia ini unik lhoh, apa? Proklamator, bapak bangsa, terus ini opo? Pahlawan. Lah kasih kan ya mbok hati-hati loh kalau mau jadiin pahlawan iku loh, jangan gampang dong. Kalau Pak Bung karno bener pahlawan, karena saya berani bertanggungjawab, dia nggak ditahan, dia diisolasi saja," kata Megawati.
"Saya nanya, ini sebetulnya apa? Kalau tahanan mana kertasnya? Supaya saya kalau bisa ngadap ke mana-mana, tidak ada, tidak ada. Can you imagine? Yang namanya negara Pancasila yang saya ngomong peri kemanusiaan, orang yang membuatnya itu dibegituin, tapi diam saja. Kami anak-anaknya dia katakan diam, makanya baru sekarang saya buka ini," tambahnya.
Megawati mempertanyakan jika tap tersebut dilanjutkan tetapi belum clear kesalahan yang dimaksudkan.
"Sudah meninggal loh, terus masak ini TAP mau diterusin terus nggak tahu isinya ada, tapi tidak di-clearkan betul kah kesalahannya apa. Bayangkan, logika berpikir, dia presiden seumur hidup tapi TAP-nya bunyinya sepertinya dia mau kudeta. Kudeta sopo?" ujarnya.
Ditemui usai acara, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menanggapi pertanyaan apakah ucapan Megawati itu dimaksudkan untuk pemberian gelar nasional Presiden ke-2 RI Soeharto. Apa kata Hasto?
"Ya yang dimaksudkan oleh ibu Megawati Soekarnoputri bahwa pahlawan itu kan juga menjadi simbol, hal yang ideal tentang bagaimana bangsa Indonesia ini dibangun. Sosok pahlawan harus memiliki suatu terobosan di dalam peran pentingnya bagi kemerdekaan Indonesia, perjuangan bagi nilai-nilai kemanusiaan, kemudian bukan mengkhianati nilai-nilai kemanusiaan apalagi kemudian punya catatan yang di dalam upaya untuk membungkam rakyatnya sendiri yang seharusnya dilindunginya," ujar Hasto.
Hasto tak menanggapi secara detail. Dia mengatakan pesan Megawati yakni pemberian gelar pahlawan harus dilakukan hati-hati dengan melihat kepeloporan, teladan hingga suara rakyat.
"Karena itulah pahlawan adalah sosok ideal yang menjadi suritauladan bagi seluruh anak bangsa, untuk itu pesan bu Mega sangat jelas bahwa gelar pahlawan harus diberikan secara hati-hati dengan melihat kepeloporannya, melihat suara rakyat, dan kemudian juga melihat masa depan bahwa sosok pahlawan betul-betul menjadi contoh terhadap perjuangan seluruh anak bangsa, kini dan di masa yang akan datang," ujarnya.
Hasto kemudian menjawab pertanyaan bagaimana sikap PDIP terhadap usulan pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto. Hasto menyinggung soal catatan pelanggaran yang pernah disampaikan mantan MenkoPolhukam Mahfud Md dan prinsip kehati-hatian pemberian gelar pahlawan yang disampaikan Megawati.
"Ya, kami mendengarkan masukan-masukan dari civil society, dari perguruan tinggi banyak yang memberikan catatan terkait dengan human right, pelanggaran yang belum dilakukan, upaya-upaya untuk mengatasi itu, Prof Mahfud ketika menjadi Menko Polkam juga memberikan catatan tentang pelanggaran HAM, tentu saja ini menjadi bagian dari sikap PDIP yang tadi disampaikan ibu megawati jangan begitu mudah untuk memberikan gelar pahlawan," ujarnya.
(mib/maa)


















































