Sejumlah anggota Komisi III DPR menyoroti terkait maraknya mafia hukum hingga mafia pajak saat uji kelayakan calon hakim agung. Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas mempertanyakan integritas dari calon hakim agung Budi Nugroho.
Hal itu disampaikan Hasbiallah dalam fit and proper test calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/9/2025). Hasbi mengatakan saat ini hampir di semua sektor terdapat mafia.
"Kami ini semua menyaksikan dan mendengar, ini berita info-info seperti ini sudah lama tentang mafia peradilan, mafia pajak, mafia hukum, hampir di semua sektor mafianya itu ada, tidak terkecuali ada di peradilan yang melibatkan orang dalam," kata Hasbiallah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasbi bertanya langkah Budi dalam menghindari praktek-praktek mafia tersebut. Menurutnya, sebagai hakim agung perlu untuk tetap menjaga integritas.
"Semua yang diuji itu selalu berbicara integritas, tetapi pada kenyataannya setelah terpilih, hilang integritasnya, ini godaan, tidak semua masuk dalam pusaran mafia peradilan, jual beli perkara," ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR Sarifuddin Suding juga menilai hakim agung di bidang perpajakan memiliki tantangan cukup besar. Suding menilai nantinya Budi akan berhadapan dengan korporasi-korporasi besar.
Menurutnya, ke depan akan banyak mafia-mafia lainnya, kasus mafia perkara Zarof Ricar disinggung. Suding mempertanyakan integritas Budi sebagai calon hakim agung.
"Tentunya persoalan integritas itu sangat diperlukan masih banyak Zarof-Zarof lain yang berkeliaran di lembaga pengadilan, baik di Mahkamah Agung, tidak menutup kemungkinan bapak akan dihubungi oleh Zarof-Zarof yag lain juga," ujar Sarifuddin.
"Ini persoalan integritas yang diperlukan. Untuk menjaga integritas saudara itu karena pasti bapak akan berhadapan dengan para korporat caranya gimana?" sambung dia.
Selain itu, anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mempertanyakan independensi Budi dalam menangani kasus-kasus perpajakan. Menurutnya, sebagai calon hakim agung harus terbebas dari intervensi.
"Karena itu, dalam konteks itu dalam konteks ini saya ingin bertanya, menurut Saudara, bagaimana pola permainan mafia pajak itu? San siapa aktor-aktor mafia pajak itu?" tanya Nasir.
Nasir lantas menyinggung kasus Gayus Tambunan dan Rafael Alun yang merupakan mantan pegawai di Direktorat Jenderal Pajak. Nasir mengatakan kasus-kasus tersebut cukup membuat masyarakat terkejut lantaran aset yang dimiliki oleh keduanya.
"Dulu kita dikejutkan dengan Gayus Tambunan, ketika Gayus Tambunan muncul, kemudian di situ masyarakat terbelalak matanya bahwa Gayus Tambunan punya aset yang luar biasa, dia sebagai pegawai biasa di perpajakan, dan itu kemudian memberikan asumsi bahwa banyak Gayus Tambunan lain yang ada di sana, cuman kebetulan dia tidak apes saja," ujarnya.
"Lalu terakhir, misalnya kita diingatkan dengan Rafael Alun Trisambodo akibat anaknya mengalami masalah hukum, terbawa-bawa dengan Rafael," sambungnya.
Nasir lantas mempertanyakan pola kerja mafia pajak tersebut. Nasir bertanya mengenai aktor-aktor di balik mafia pajak.
"Jadi ketika mafia pajak itu bekerja secara kalau bahasanya Mahkamah Agung itu TSM, terstruktur, sistematis dan masif, itu akan mematikan jiwa bangsa ini," ujarnya.
"Pertanyaan saya tadi berapa sebenarnya potensi pajak yang bisa didapatkan oleh nagara? Jangan-jangan sebenarnya kita punya potensi angkanya sebenarnya 10, hanya ditulis 3, hanya ditulis 5 sementara sisanya jadi bancakan," sambung dia.
Dalam kesempatan yang sama, Budi lantas menjawab perihal mafia pajak. Budi menilai hukum pajak itu unik dan berbeda dibanding hukum administrasi. Sebab itu, kata dia, akibatnya dapat serius.
"Maksud saya begini, kalau dalam hukum administrasi ada istilah presumption iustae causa, praduga keabsahan. Putusan pejabat negara itu dianggap benar, sampai dibuktikan sebaliknya, dan kemudian kalau putusan itu secara prosedur salah, maka putusan ini batal, kalau ini yang terjadi, negara bisa kacau dalam hal perpajakan," jelasnya.
Menurutnya, mencegah mafia pajak ialah dengan menjaga integritas. Khususnya, kata dia, bagi pegawai pajak di Ditjen Bea Cukai, maupun Ditjen Pajak.
"Bagaimana mencegah mafia? Ini juga banyak hal Pak. Yang utama memang, apapun yang terjadi, integritas aparat pajak yang utama, dan itu juga sudah ditekankan di internal aparat pajak," paparnya.
"Karena aparat pajak itu juga ada Ditjen Bea Cukai, Ditjen Pajak, juga di daerah Dispenda, kalau di gubernur atau bupatinya, mereka juga ada bagian itu, dan ada juga pajak daerah yang sampai ke pengadilan pajak," sambung dia.
Budi menilai untuk pajak daerah, kerap menemukan wajib pajak tidak memahami perpajakan. Sehingga, hal itu membuat proses persidangan cukup lama.
"Sehingga hal ini bisa dicegah kalau semua memahami makna perpajakan, dan ini memang tidak mudah dalam hal perpajakan. Sehingga ini upaya terus menerus, kami di pengadilan pajak juga berusaha terus supaya para pihak itu memahami," paparnya.
(rfs/rfs)