Jakarta -
Anggota Komisi X DPR RI Fraksi NasDem Nilam Sari Lawira berbicara mengenai anggaran pendidikan untuk melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta pemerintah pusat dan daerah menggratiskan sekolah negeri dan swasta dari SD hingga SMP. Nilam menilai anggaran yang dimiliki Kemendikdasmen saat ini masih terbilang minim.
"Alokasi anggarannya hanya Rp33,55 triliun untuk tahun anggaran 2025, yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan alokasi anggaran pendidikan pada kementerian/lembaga lainnya sebesar Rp 104,47 triliun," kata Nilam di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Dia mengatakan anggaran untuk Kemendikdasmen saat ini masih cukup kecil. Terlebih, Kemendikdasmen mengelola kurang lebih 200 ribu satuan pendidikan SD dan SMP di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, penganggaran tersebut dinilai tak adil dan memerlukan rekonsiliasi anggaran fungsi pendidikan yang lebih tepat sasaran. Dia juga menyoroti program digitalisasi pembelajaran yang rencananya membutuhkan anggaran Rp 10,95 triliun.
Nilam mengaku khawatir program tersebut dapat berpotensi bias penyeragaman. Selain itu, juga dapat mereduksi hubungan dan interaksi langsung antara guru dan peserta didik.
"Pendidikan adalah salah satu media untuk mengejawantahkan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, yang mengakui dan menghargai perbedaan yang membentuk bangsa ini. Oleh karena itu, kita perlu mengantisipasi persoalan ini dalam penyelenggaraan digitalisasi pendidikan ini," ujarnya.
Diketahui, MK telah mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Ada sejumlah hal yang menjadi pertimbangan MK dalam putusan itu.
Putusan itu diketok hakim MK pada sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (27/5). MK mengabulkan sebagian gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Permohonan dengan nomor 3/PUU-XXIII/2025 itu diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bersama tiga pemohon individu, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Fathiyah dan Novianisa adalah ibu rumah tangga, sementara Riris bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
(amw/dek)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini