loading...
Satgas PKH dalam menguasai kembali lahan sawit ilegal dinilai sebagai langkah penting untuk memperkuat tata kelola sumber daya alam. FOTO/dok.SindoNews
JAKARTA - Upaya pemerintah melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dalam menguasai kembali lahan sawit ilegal dinilai sebagai langkah penting untuk memperkuat tata kelola sumber daya alam. Namun, keberhasilan program ini bergantung pada akurasi data dan kejelasan status hukum lahan yang diambil alih.
Pakar Hukum Kehutanan Universitas Al-Azhar, Dr. Sadino mengatakan penyerahan lahan sawit sitaan Satgas PKH kepada PT Agrinas Palma Nusantara perlu diiringi dengan verifikasi mendalam. "PT Agrinas sebagai pihak yang ditugaskan mengelola kebun sawit hasil sitaan harus segera melakukan verifikasi faktual di lapangan agar ada kejelasan tutupan lahannya dan penguasaan. Langkah ini penting untuk mengetahui siapa sebenarnya yang menguasai lahan sesuai izin lokasi yang menjadi dasar klaim. Jika statusnya tidak jelas, potensi konflik bisa muncul di kemudian hari," kata Dr. Sadino dalam keterangannya, Jumat (26/9).
Baca Juga: Pakar Hukum Minta Penertiban Sawit di Kawasan Hutan Harus Cermat
Lebih jauh, Dr. Sadino menyebut klaim Satgas PKH yang telah menguasai lebih dari 3,3 juta hektar kebun sawit bisa dipahami karena bersumber dari data resmi Kementerian Kehutanan dan Badan Informasi Geospasial (BIG) meskipun tidak akurat juga. Dari jumlah itu, sekitar 1,5 juta hektar telah diserahkan pengelolaannya kepada PT Agrinas. Kendati demikian, Sadino mengingatkan bahwa masih ada potensi perbedaan antara angka di atas kertas dan kondisi faktual di lapangan.
"Perusahaan biasanya punya dokumen administrasi yang lebih jelas, tetapi kalau masyarakat seperti koperasi, kelompok tani, atau masyarakat di desa sawit, data luasannya sering tidak valid. Status kawasan hutan di Indonesia memang belum clear and clean, sehingga bisa terjadi tumpang tindih," ujarnya.
Dia mengingatkan, jika lahan semacam itu diambil alih Satgas PKH lalu diserahkan kepada PT Agrinas tanpa verifikasi yang jelas, maka risiko konflik tenurial dan sengketa hak sangat besar. "Hak-hak masyarakat itu dijamin oleh konstitusi dan undang-undang. Secara norma hukum, hak atas tanah bukan lagi kategori kawasan hutan. Jika diabaikan, justru akan memicu masalah hukum baru," jelasnya.
Kepastian status lahan adalah kunci agar BUMN pengelola seperti PT Agrinas tidak terjebak dalam persoalan hukum dan sosial yang berlarut-larut. Data penyerahan Satgas PKH ke PT Agrinas seluas 1,5 juta hektar tentu memerlukan pencermatan dalam tata kelolanya. Karena status lahannya adalah kawasan hutan yang merupakan hasil sitaan dari Satgas PKH dan pengambilalihan kembali. Dilihat dari kondisi kebun sawitnya yang banyak mendasarkan pada izin lokasi, status lahannya mempunyai berbagai kriteria.