Jakarta -
Kasubbag Binkar SDM Polresta Banda Aceh, Iptu Jumadil Firdaus, menceritakan cara dia membagi waktu dalam menjalani tugas sebagai polisi dan mengabdi sebagai guru di pondok pesantren. Jumadil mengatakan dirinya berusaha semaksimal mungkin disiplin dalam mengatur waktu.
"Karena memang untuk waktu itu tergantung daripada kita. Kita mengawali kedisiplinan itu dari diri kita sendiri mulai dari kita bangun tidur hingga tidur lagi. Maka oleh karena itu, cara kita me-manage waktu itu dari kita mulai dinas sampai selesai dinas, itu sesuai dengan tugas-tugas pokok fungsi kepolisian itu kita laksanakan," kata Jumadil dalam program Hoegeng Corner di detikPagi, Selasa (23/9/2025).
Jumadil mengatakan keluarganya pun mendukung tugasnya sebagai polisi untuk selalu berbaur dengan masyarakat. Dia mengatakan polisi harus selalu siap setiap saat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika kita kembali ke rumah ya memang keluarga pun sudah memaklumi, memaklumi karena memang memang tugas kepolisian 1x24 jam. Jadi melayani masyarakat salah satunya, kita berbaur dengan masyarakat dengan kalau di sini ada norma sosial, norma agama, norma adat istiadat," imbuh Jumadil.
Menurut Jumadil, keluarganya sangat memahami risiko pekerjaannya sebagai polisi. Aktivitas mengajar di pesantren yang dijalaninya merupakan salah satu bentuk pelayanan polisi kepada masyarakat.
"Kita sampaikan itu, mereka, istri, keluarga, anak-anak memahami hal itu. Karena ini juga bagian dari tugas-tugas kepolisian yang senantiasa kita bisa berbaur masyarakat, baik itu di anak-anak pondok pesantren dan di tempat-tempat yang lain," imbuhnya.
Ketertarikan Jumadil dalam mengajar sudah muncul sejak SMA hingga kuliah. Saat itu dia sudah mengajar anak-anak untuk mengaji di TPQ.
Setelah lulus kuliah, Iptu Jumadil masuk menjadi anggota polisi pada 2005, atau setelah bencana tsunami melanda Tanah Rencong. Saat itu dia aktif membantu sebagai pengasuh di asrama anak yatim yang dibangun oleh Kerajaan Johor Malaysia untuk korban yang terdampak tsunami.
"Saya terus mengajar di sana, pengasuh anak-anak yatim 2005 sampai 2012," kata Iptu Jumadil dalam wawancara sebelumnya.
Baru kemudian pada 2012, Iptu Jumadil aktif membantu Pesantren Raudhatul Hikmah Al Waliyah, asuhan pimpinan Tgk H Syukri Daud Pango Raya. Dia mengajar di pesantren tersebut pada malam hari selepas dirinya pulang dinas.
Jumlah santri di pesantren tradisional itu sempat mencapai 350 orang namun kini hanya sekitar 250 orang. Pesantren tersebut terdiri dari beberapa kelas laki-laki dan perempuan.
"Kalau untuk anak-anak mungkin sekitar segituan. Namun yang tinggal pesantren paling 50, yang lain tinggal di rumahnya masing-masing," ujar Iptu Jumadil menjelaskan soal kondisi santri di sana.
Iptu Jumadil mengajar materi sesuai kurikulum yang ditentukan oleh pesantren. Dia pernah mengajar santri tentang tajwid, tadarus Al-Qur'an hingga kitab Arab.
"Jadi tergantung kurikulum dan jadwal dewan guru yang ditetapkan manajemen pesantren," imbuh dia.
(knv/knv)