Jakarta -
Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno, mengungkapkan Indonesia mempunyai potensi untuk menjadi global climate change leader. Potensi ini didukung oleh kekayaan sumber daya alam maupun energi terbarukan yang berlimpah sehingga perlu mengambil inisiatif kepemimpinan global untuk mencegah dampak krisis iklim.
"Kita bisa memberikan bukti upaya sungguh-sungguh yang dilakukan Indonesia untuk membangun energi terbarukan. Kita akan membangun sumber energi terbarukan sebesar 69,5 gigawatt, dan 75 persen di antaranya adalah sumber energi terbarukan," ujar Eddy dalam keterangannya, Jumat (12/9/2025).
Hal itu disampaikan Eddy saat menjadi narasumber Event Katadata SAFE (Sustainable Action for the Future Economy) 2025 dengan tema 'Road to COP30: Elevating Indonesia's Leadership in Global Climate Action Flagship' di Grand Ballroom Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Kamis (11/9) kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menekankan strategi diplomasi Presiden Prabowo telah menempatkan Indonesia dalam posisi strategis dalam geopolitik global.
"Posisi Indonesia yang saat ini strategis baik di BRICS maupun di negara-negara G20 menjadi modal penting untuk menjadi global climate change leader," ucapnya.
Eddy menilai Biodiversity Indonesia merupakan aset yang besar. Indonesia memiliki hutan tropis dengan luas sekitar 127 juta hektar, lahan gambut 7,5 juta hektar, mangrove seluas 3,3 juta hektar. Ditambah lagi Indonesia juga memiliki potensi Carbon Capture Storage (CCS) yang sangat besar.
"(Potensi) Ini harus kita tampilkan. Kapan showcase terbaik? Yaitu pada saat penyelenggaraan COP30 di Belem, Brazil November mendatang," katanya.
"Belem adalah pintu masuk menuju hutan Amazon. Di sisi lain Hutan tropis Indonesia memiliki potensi yang juga besar dalam mencegah dampak perubahan iklim dan ini perlu kita angkat pada COP30," tambahnya.
Ia menambahkan untuk menjadi global leader dalam krisis iklim, Indonesia harus memiliki agenda setting dan memberikan contoh yang nyata. Salah satu contoh yang bisa diberikan adalah upaya Indonesia untuk menanggulangi krisis sampah.
Lebih lanjut, Eddy menjelaskan setiap tahun Indonesia memproduksi 56 juta ton sampah. Dari jumlah itu 40 persen bisa dikelola, sedangkan sisanya 60 persen tidak terkelola, di antaranya ada di ruang publik seperti bantaran kali dan lokasi-lokasi milik masyarakat lainnya.
"Upaya yang saat ini dilakukan pemerintah dan saya juga terlibat di dalamnya adalah memfasilitasi pemerintah daerah mengatasi masalah sampah, mendorong revisi UU Pengelolaan Sampah, dan Menyusun revisi dan integrasi Perpres tentang sampah menjadi energi atau Waste to Energy. Jika ini berhasil maka bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain untuk mengikuti upaya Indonesia mengatasi masalah sampah," pungkasnya.
Melihat Dampak Perubahan Iklim yang Semakin Nyata
(anl/ega)