Jakarta -
Founder Batik Fractal Nancy Margried mengungkapkan bahwa pelestarian batik masa kini memiliki tantangan berat. Menurutnya, jumlah anak muda yang tertarik akan tradisi membatik kian merosot dan menimbulkan kekhawatiran akan redupnya pamor batik bagi masyarakat luas.
"Pembatik-pembatik muda itu sedikit banget. Jadi kalau misalnya ada pembatik yang sudah sepuh, biasanya batik ini akan diturunkan dari generasi ke generasi. Biasanya, anaknya atau cucunya tidak lagi ingin membatik, sehingga akhirnya berhenti di orang tuanya," ungkap Nancy dalam Talkshow 'Jejak Budaya Lokal Dalam Lanskap Digital' di Gelar Batik Nusantara (GBN) 2025 di Pasaraya Blok M, Jakarta, Jumat (1/8/2025).
Nancy menambahkan kekhawatiran ini juga diperkuat oleh produktivitas batik nusantara yang cenderung rendah. Bergantung pada keahlian manual, pengetahuan akan keahlian membatik dikhawatirkannya akan mempersempit produksi batik dalam jumlah banyak apabila tidak diturunkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua, produktivitasnya rendah. Karena sangat tergantung dengan skill manual, jadi tidak bisa ditransfer knowledge-nya, jadi kalau ada yg bisa membatik sendiri, yaudah. Dan biasanya pembatik itu bekerja sendiri karena pembatik itu sangat meditatif. Bikin sendiri, kalau tidak diajarkan dengan berbagai channel, dia akan mati juga," sambungnya.
Berangkat dari kekhawatiran ini, Batik Fractal mencoba mengintegrasikan teknologi dengan tradisi membatik. Hal ini jadi tombak awal untuk menyinergikan para pembatik tradisional agar bisa tersentuh dengan dunia digital dan teknologi.
Integrasi antara budaya tradisional dengan teknologi yang dilakukan oleh Batik Fractal besar dipengaruhi dan berdasar pada ilmu pasti, yaitu ilmu matematika untuk diimplementasikan dalam membuat pola batik. Menggunakan algoritma matematika, memungkinkan Batik Fractal untuk menampilkan pengulangan dan kesamaan pola batik dalam memproduksi batik melalui perangkat yang digunakan.
Menariknya, penggunaan perangkat lunak dalam membuat batik ini tidak serta merta digunakan tanpa pemantauan khusus akan penggunaannya. Nancy mengungkapkan bahwa timnya sudah melakukan pendampingan dan pelatihan kepada 4.500 pengrajin batik di seluruh Indonesia.
"Harus kita ajarkan nih menggunakan software. Bagaimana caranya? Ada sebuah learning curve, atau bagaimana caranya bisa belajar yang gapnya tuh jauh banget. Nah, software ini tidak bisa langsung diberikan kepada mereka. Harus ada pendampingannya, ada pelatihannya. Nah, itu yang kita lakukan. Dan saat ini Batik Fractal sudah melatih 4.500 para pengrajin di seluruh Indonesia untuk menggunakan software ini. Dan itu langsung nih, satu-satu kita ke desa-desa untuk melatih software-nya. Gak punya laptop? kita sediain laptopnya," imbuh Nancy.
Nancy melanjutkan penggunaan teknologi dalam pelestarian budaya batik ini ternyata dilirik oleh negara tetangga. Menurutnya, banyak negara yang tertarik mengakuisisi hingga mengajak kolaborasi untuk mencoba penggunaan software membatik.
"Jadi waktu itu mau diakuisisi sama Malaysia. Terus berapa tahun kemudian ada ini juga dari China. Waktu itu dari China yang menghubungi kita untuk trial, kolaborasi menggunakan software Batik Fractal dengan mesin batik yang mereka bikin. Jadi, mereka ingin langsung teknologi. Jadi they don't care about batik. Mereka gak mau ada manusia, mereka inginnya langsung masuk ke industri yang sangat besar. Jadi ingin menggunakan Software batik dan bisa dikolaborasikan untuk masuk ke Indonesia," jelasnya.
Sebagai informasi, acara Gelar Batik Nusantara (GBN) 2025 merupakan acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Perindustrian dengan beragam keseruan dalam acara ini, seperti pameran dan penjualan batik dari berbagai daerah, membatik gratis, berbagai talkshow dan workshop bersama tokoh batik, fashion show, pertunjukkan musik, hingga late night shopping. Berbagai rangkaian acara ini digelar pada 30 Juli-3 Agustus 2025, di Pasaraya Blok M.
(akd/akd)