Kisah Haris, Petinju Muda Jalanan Temukan 'Rumah' di Sekolah Rakyat

2 hours ago 3

Jakarta -

Sorot mata Haris Okoka begitu tajam. Garis rahangnya tegas dengan alis tebal, lengkap dengan warna kulitnya yang hitam legam. Perawakannya kekar dan nada suaranya terkadang meninggi.

Kerasnya kehidupan jalanan di Kota Jayapura, Papua, telah menjadi santapan sehari-hari remaja 17 tahun itu sejak kedua orangtuanya meninggal dunia, saat dia duduk di bangku sekolah dasar.

Haris sempat diasuh keluarga besar orangtuanya namun akhirnya tidak tahan dan memilih menjadi anak angkat Hani Tukayo, ibu dari teman semasa SMP-nya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski telah memiliki ibu asuh namun pengaruh lingkungan lebih kuat. Dia sempat terbawa pergaulan anak jalanan. Ikut tawuran, balap motor, hingga begadang nyaris tiap hari.

"Kalau di rumah pergi main, jarang pulang, ikut tawuran lalu ikut tinju tapi gak dapat apa-apa, kalau nakal banyak," tutur Haris, dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/11/2025).

Lantaran perangainya itu pula dia sempat tidak naik kelas saat SD dan SMP. Beruntung siklus pergaulan di jalanan bisa terputus lantaran kini dia diterima menjadi siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 29 Jayapura.

Terancam tak bisa melanjutkan pendidikan karena faktor biaya, Haris dan ibu angkatnya mendapat informasi dari kerabat almarhumah mamanya program Sekolah Rakyat berkonsep asrama yang digagas langsung Presiden RI Prabowo Subianto dibuka di Jayapura. Dia pun menerima tawaran itu meski dengan banyak pertimbangan.

"Karena masih diizinkan latihan (tinju) saya mau," kata Haris.

Masa-masa awal kehidupan Haris di asrama Sekolah Rakyat tak mudah. Dia harus melawan dirinya sendiri yang terbiasa hidup bebas di luar, sementara di asrama aturannya ketat.

Adaptasi dengan lingkungan baru dan teman-teman baru juga menjadi masalah lain baginya. Dia sempat berkali-kali berseteru dengan rekan-rekannya.

"Apa-apa tangan, apa-apa tangan, dari awal saya susah kontrol emosi," ujarnya menceritakan masa-masa awal tinggal di asrama Sekolah Rakyat sembari menunjukkan otot lengannya yang keras dan berisi.

Untuk urusan fisik, Haris memang berbeda dibandingkan 99 rekannya di SRMA 29 Jayapura. Bisa dikatakan fisiknya di atas rata-rata lantaran rutin berlatih di Racar Boxing Club Kota Jayapura, sepekan tiga kali.

Selain digembleng teknik bertinju, fisik dan mentalnya juga ditempa sedemikian rupa. Dia paham betul teknik pukulan jab, cross, hook, dan uppercut.

Begitu pula dengan teknik bertahan slipping dan rolling, menangkis, serta irama kaki yang baik untuk menjaga keseimbangan dan jarak dari lawan.

Dia menjelaskan kunci dari semua teknik adalah posisi dan keseimbangan tubuh yang benar, siku selalu rapat dengan badan untuk melindungi bagian tulang rusuk, serta kepala merunduk di bawah kepalan kedua tangan.

"Kalau (kedua tangan) terlalu rendah dipukul muka masih kena," jelasnya sambil memeragakan cara menahan pukulan lawan.

Haris pun mengaku tahu benar titik-titik rentan dari tubuh manusia untuk dilumpuhkan serta bahaya yang ditimbulkan. "Kita kan tahu tempat mati posisi lawan," tutur Haris.

Haris mengakui semenjak tinggal di asrama Sekolah Rakyat, hidupnya menjadi teratur. Dia tidak pernah lagi tidur di atas jam 12 malam.

Olahraga dan latihan rutinnya juga semakin bagus. Ditambah lagi asupan makan terjamin dan semua kebutuhan serba tercukupi.

"Di sini nyaman makanya suka, pas pulang mama bilang badan tambah besar, di rumah ada makan tapi makan di luar, cuma jajan saja. Kalau di rumah malas diatur, kalau di sini disuruh apa siap," kata Haris.

"Kalau di rumah pergi main jarang pulang, di sini mulai kamar tak biasa rapi sekarang rapi," sambungnya.

Kemauan Haris berubah juga tak lepas dari mimpi yang ingin diraih. Dia bercita-cita dapat kuliah di Universitas Pertahanan (Unhan) atau masuk menjadi prajurit TNI.

"Lulus ingin masuk Unhan, kata abang sepupu yang tentara, kalau memang tak bisa tes (masuk TNI) saja karena dua-duanya bagus. Mama dukung," ucap Haris.

Di balik sifat keras dan temperamennya, Haris sebagaimana remaja pada umumnya adalah anak-anak yang butuh perhatian dan kasih sayang. Di Sekolah Rakyat, dia akhirnya belajar ada cara lain menyelesaikan persoalan selain dengan otot.

"Awalnya emosian, apa-apa langsung fisik. Terus kita ajarin teknik tarik napas dulu, keluarkan, tarik napas, baru kamu berbicara. Kalau ada sesuatu relaks dulu," kata Hakil Kepala Sekolah Bidang (Wakasek) Kesiswaan SRMA 29 Jayapura Sinta Ari Susanti.

Sinta menjelaskan setelah menggali kisah hidup Haris diketahui dia memiliki trauma kekerasan di masa kecilnya. Salah satu dampaknya dia mudah tersulut emosi terutama dalam kondisi bising.

"Ternyata ada trauma itu. Dia tuh nggak bisa mendengarkan suara-suara ramai gitu," urai Sinta.

Setelah kehilangan kedua orangtuanya, Sinta juga mensinyalir Haris kehilangan sosok pembimbing dan pengayom dalam hidupnya. Untuk itu, Sinta dan para pendidik lainnya mencoba mencarikan solusi dengan menemukan tempat nyaman dan tenang, yaitu di perpustakaan.

Belakangan diketahui Haris suka dengan buku-buku sejarah dan hal itu manjur untuk menenangkannya. Sementara untuk sosok pengganti orang tua, peran itu bisa digantikan oleh Kepala Sekolah (Kepsek) SRMA 29 Jayapura, Janet Berotabui.

"Ternyata ada trauma itu. Kita obati bersama ya. Terus saya carikan sosok. Siapa sosok yang kamu idolakan? Siapa sosok yang ketika dia berbicara, kamu takjub, speechless, gitu dan kamu kagum Dan dia akhirnya menemukan sosok itu.," jelas Sinta.

"Yaitu Bunda Kepsek. Ternyata benar, ketika dia emosi, beliau elus dadanya dan berhasil," sambungnya.

Hal lain yang dilakukan Sinta adalah menerapkan teknik Goals, Reality, Options, Will/Way Forward (GROW) dari ESQ.

Ketika ada masalah, dia memberikan opsi kepada Haris untuk menyelesaikan masalah itu sendiri.

"Dari situ dia minta maaf, dia mengaku kesalahannya," kata Sinta.

Empat bulan berselang, kerja keras para guru, kepsek, wali asuh, dan wali asrama, mulai membuahkan hasil. Haris kini lebih tenang tak lagi temparamental seperti saat awal masuk Sekolah Rakyat.

Dia juga telah memiliki sahabat dekat, atlet pencak silat Arlin Robby. Haris juga dipercaya menjadi Ketua Kelas 10C dan ketua barak asrama.

Perubahan sikap Haris tak hanya dirasakan para penghuni asrama SRMA 27 Jayapura yang berlokasi di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Jayapura. Ibu angkat Haris Hani Tukayo, dan pelatih tinju juga mengakuinya.

"Kemarin pas Sabtu izin pulang dua hari, pulang langsung salam selamat pagi lalu cium tangan, mama kaget. Biasanya pulang langsung ke kamar tidur bangun cuma makan, main lagi besok pulang," tutur Hani.

Sementara pelatih tinjunya Imanuel, menyoroti berat badan Haris yang naik drastis setelah tinggal di asrama Sekolah Rakyat.

"Kita berat badan 54. Pelatih bilang pipi tambah gemuk, badan tambah bulat, paling di sana makan tidur, makanya pelatih bilang badan naik," ucap Imanuel.

Haris adalah salah satu potret dari ribuan siswa Sekolah Rakyat yang kini merajut asa untuk keluar dari belenggu kemiskinan dan kebodohan. Sepanjang 2025 telah berdiri 166 Sekolah Rakyat yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia dengan 15.945 siswa.

Mereka dididik berdasarkan trilogi Sekolah Rakyat yang telah dirumuskan, yakni memuliakan wong cilik atau masyarakat kecil, menjangkau yang belum terjangkau, dan memungkinkan yang tidak mungkin menjadi mungkin, dengan memberikan harapan, menumbuhkan asa, serta membantu mengubah mimpi menjadi kenyataan.

(akd/ega)

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |