Bertemu Hamengkubuwono X, Bamsoet Diingatkan Keberagaman Kekuatan Bangsa

3 hours ago 3

Jakarta -

Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) selama hampir empat jam bertemu Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono X di kediaman pribadi Kraton Yogyakarta.

Keduanya membahas berbagai hal kekinian yang dihadapi oleh bangsa di tengah pergeseran geopolitik dan geo ekonomi global yang sangat dinamis.

Terutama dalam tatanan kekuasaan dan interaksi antarnegara yang ditandai dengan peralihan dari dominasi satu kutub dunia yaitu Amerika Serikat (unipolarisme) ke arah tatanan baru multipolar, di mana negara-negara seperti Tiongkok, Rusia, dan India semakin kuat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sri Sultan mengingatkan pentingnya nilai-nilai kebangsaan dihidupkan kembali sebagai fondasi menghadapi tantangan zaman. Setidaknya tiga hal penting yang harus menjadi perhatian bersama, yakni menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, menghargai keberagaman, serta membangun peradaban berbasis nilai kemanusiaan.

"Bangsa kita bisa besar bukan karena seragam, tetapi karena mampu menjadikan perbedaan sebagai kekuatan. Kalau persatuan rapuh, keberagaman tidak terkelola, dan pembangunan hanya mengejar angka pertumbuhan tanpa memperhatikan nilai kemanusiaan, maka Indonesia berisiko kehilangan arah," ujar Bamsoet, dalam keterangan tertulis, Minggu, (21/9/2025).

Bamsoet menyoroti meningkatnya polarisasi politik yang makin tajam, terutama di era media sosial. Penelitian pasca Pemilu 2024 menunjukkan polarisasi di berbagai daerah semakin mengkhawatirkan karena politik identitas masih dominan.

Hal ini berbahaya jika dibiarkan, sebab bisa melahirkan fragmentasi sosial yang mengikis persatuan.

"Fenomena protes mahasiswa bertajuk 'Dark Indonesia' atau 'Indonesia Gelap' pada Februari 2025 ataupun demonstrasi di akhir Agustus lalu yang mampu menggerakkan ribuan orang di berbagai kota adalah alarm keras. Kritik publik harus dijawab dengan dialog, bukan represi," kata Ketua DPR RI ke-20 tersebut.

"Kalau kita gagal mengelola perbedaan, persatuan bangsa akan rapuh," sambungnya.

Bamsoet juga menegaskan pentingnya menghidupkan semangat Bhinneka Tunggal Ika. Data Pew Research Center menunjukkan perbedaan tajam antara kelompok agama dalam mendefinisikan apa artinya menjadi 'orang Indonesia yang sesungguhnya'.

Sementara itu, laporan Setara Institute melalui Indeks Kota Toleran tahun 2024 mencatat bahwa masih ada daerah yang stagnan dalam mengelola keberagaman.

"Kita sering terjebak dalam retorika toleransi, padahal di lapangan diskriminasi dan intoleransi masih terjadi. Kalau keberagaman tidak dijaga dengan adil, potensi konflik horizontal selalu ada," urai Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia itu.

Bamsoet mendorong agar kebijakan pemerintah pusat dan daerah benar-benar menempatkan keberagaman sebagai kekuatan bangsa. Program Pendidikan Pancasila yang kembali masuk ke kurikulum sekolah harus diimplementasikan secara aplikatif, bukan sekadar hafalan.

Anak-anak harus diajak mengalami langsung makna persatuan dan keberagaman, misalnya melalui program lintas budaya, kerja sosial, ataupun pertukaran pelajar di dalam negeri.

"Nilai-nilai kebangsaan harus menjadi roh kebijakan publik. Persatuan bukan sekadar jargon, keberagaman bukan sekadar slogan, dan kemanusiaan bukan sekadar retorika," jelas Dosen tetap pascasarjana Universitas Pertahanan, Universitas Borobudur, dan Universitas Jayabaya tersebut.

"Di DPR, kami terus mendorong regulasi yang melindungi minoritas dan memperkuat pendidikan karakter," sambungnya.

Bamsoet menambahkan penting pula membangun peradaban baru yang berlandaskan nilai kemanusiaan. Sebab, pembangunan ekonomi tanpa etika hanya akan memperparah ketimpangan dan merusak lingkungan.

Bamsoet mengapresiasi gerakan pemuda di berbagai daerah yang aktif dalam aksi iklim, reforestasi, dan kampanye lingkungan. Program UNDP Indonesia tahun 2024 bahkan mencatat semakin banyak anak muda yang terlibat dalam proyek energi terbarukan dan pengelolaan sampah berbasis komunitas.

"Indonesia kini menghadapi tantangan besar dari krisis iklim. Laporan UNICEF tahun tahun 2024 menyebutkan jutaan anak Indonesia masuk kategori sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim," kata Ketua Umum Keluarga Besar Olahraga Tarung Derajat (KODRAT) itu.

"Kalau pembangunan kita terus mengorbankan lingkungan, itu sama saja meninggalkan bom waktu bagi generasi berikutnya," pungkasnya.

(prf/ega)

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |