JAKARTA - Kegemaran akan pakaian bekas atau thrifting ternyata menyimpan sisi gelap yang mengancam kesehatan. Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, dr. Arini Widodo, SM, SpDVE, dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), memperingatkan potensi besar seseorang terpapar infeksi kulit akibat praktik ini. Mulai dari proses penjualan hingga sampai ke tangan konsumen, pakaian bekas rentan menjadi sarang berbagai agen penyakit.
"Pakaian bekas ini tidak bisa dijamin kebersihannya, baik dari proses penjualannya, pengirimannya, ataupun kebersihan dari pemakai sebelumnya. Agen infeksi baik dari bakteri, jamur, virus dan parasit (tungau dan kutu) berpotensi menyebar melalui pakaian tersebut, " jelas dr. Arini, Senin (27/10/2025).
Lebih lanjut, dr. Arini merinci contoh ancaman yang mengintai. Pakaian bekas yang menjadi rumah bagi tungau parasit bisa memicu timbulnya scabies atau kudis, menyebabkan rasa gatal luar biasa yang kerap memburuk di malam hari. Tak hanya itu, pakaian yang terlalu lama tersimpan dan berdebu berisiko menimbulkan eksim, kondisi kulit yang meradang dan gatal. Jika terus digaruk, luka bisa semakin parah hingga melepuh.
Risiko tak berhenti pada infeksi kulit. Dokter yang juga menjabat sebagai Kepala Departemen Dermatologi UKRIDA ini mengungkapkan, kesehatan secara umum bisa terganggu ketika konsumen mencoba pakaian tanpa memperhatikan protokol keamanan. "Hal ini bisa menyebabkan berpindahnya cairan-cairan tubuh antara konsumen yang satu dengan yang lainnya, " tuturnya.
Keringat atau air liur yang berpindah bisa menjadi medium penularan infeksi jika agen penyakit masih bertahan di pakaian bekas. dr. Arini bahkan pernah menemukan bukti bahwa pakaian bekas dapat menyimpan virus pernapasan seperti influenza, membuka jalur penularan yang luas mengingat pakaian tersebut telah berpindah tangan berkali-kali.
Selain ancaman biologis, bahan kimia yang disemprotkan penjual untuk disinfeksi juga menjadi masalah tersendiri. "Penyemprotan ini juga bisa menimbulkan efek samping lain jika uap dari bahan kimia ini terhirup secara terus menerus. Biasanya efek yang bisa timbul antara lain sakit kepala, pusing, vertigo, mual, muntah, penglihatan kabur, dan bahkan mungkin bisa kejang – kejang, " imbuh dr. Arini.
Menyikapi maraknya praktik ini, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa telah menegaskan kembali pelarangan impor pakaian bekas dalam bal atau balpres. Pelaku impor tidak hanya terancam pidana, tetapi juga denda. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun sejalan dengan kebijakan pusat, melarang praktik thrifting di pasar-pasar wilayahnya. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, menyatakan dukungannya penuh terhadap larangan tersebut dan mengarahkan para pedagang UMKM untuk beralih ke pelatihan yang lebih positif. (PERS)


















































