Baca Pleidoi, Terdakwa Kasus Korupsi APD COVID Ngaku Cuma Jalankan Tugas

8 hours ago 5

Jakarta -

Mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana mengaku tidak pernah menikmati duit hasil korupsi dalam pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19. Budi mengaku hanya menjalankan tugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).

"Saya tidak pernah bertindak di luar kewenangan yang diberikan kepada saya. Saya bertindak atas nama pemberi mandat dan saya hanya menjalankan tugas yang dibebankan kepada saya," kata Budi Sylvana saat membacakan pleidoi pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (23/5/2025).

Budi mengatakan bukan penggagas pengadaan APD COVID-19. Budi mengaku menerima amanah sebagai PPK dengan niat melindungi nyawa para tenaga kesehatan dan masyarakat yang saat itu berada dalam bayang-bayang ancaman pandemi global.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam situasi darurat COVID-19, saya diamanahi sebuah tanggung jawab besar yang sejujurnya berada di luar kompetensi utama saya. Saya bukan penggagas, bukan perancang, dan bukan pula pengambil keputusan awal dalam proses pengadaan APD ini," ujarnya.

Menerima jabatan sebagai PPK, Budi mengaku bukan karena ambisi atau demi keuntungan pribadi, melainkan karena panggilan kemanusiaan. Budi mengatakan proses pengadaan APD ini sudah disepakati secara kolektif.

"Majelis Hakim yang saya muliakan, saat saya ditunjuk sebagai PPK, proses pengadaan sudah berjalan, penyedia sudah ditetapkan, barang sudah diambil, dan kontrak telah disusun oleh pihak-pihak lain," kata Budi.

"Bahkan negosiasi harga dan mekanisme pembayaran sudah disepakati secara kolektif sebelumnya. Saya hanya diminta menandatangani dokumen yang telah disetujui dan diperintahkan oleh kuasa pengguna anggaran," tambahnya.

Budi memohon majelis hakim agar tidak menjatuhkan hukuman pidana kepadanya. Budi menegaskan tidak pernah menerima duit hasil korupsi terkait pengadaan ini.

"Majelis Hakim yang saya muliakan, perlu saya tegaskan, saya tidak pernah menerima apa pun, baik berupa uang, fasilitas, ataupun keuntungan pribadi. Dari tugas saya sebagai PPK, bahkan honor atau biaya tugas saya sebagai PPK pun tidak pernah saya terima," ujarnya.

Sidang tuntutan Budi sebelumnya digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/5). Jaksa juga membacakan surat tuntutan untuk dua terdakwa lainnya, yakni Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (PT EKI) Satrio Wibowo, dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PT PPM) Ahmad Taufik.

Berikut detail tuntutannya:
1. Budi Sylvana dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan
2. Ahmad Taufik dituntut 14 tahun penjara dan 4 bulan penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara, serta uang pengganti Rp 224,18 miliar subsider 6 tahun penjara
3. Satrio Wibowo dituntut 14 tahun dan 10 bulan penjara, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp 59,98 miliar subsider 4 tahun penjara.

Dalam kasus ini, Budi dkk didakwa melakukan negosiasi pengadaan APD COVID-19 tanpa menggunakan surat pesanan hingga dokumen pendukung pembayaran.

"Yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, secara melawan hukum, yaitu melakukan negosiasi harga APD sejumlah 170 ribu set seluruhnya tanpa menggunakan surat pesanan, melakukan negosiasi harga dan menandatangani surat pesanan APD sebanyak 5 juta set, menerima pinjaman uang dari BNPB kepada PT PPM dan PT EKI sebesar Rp 10 miliar untuk membayarkan 170 ribu set APD tanpa ada surat pesanan dan dokumen pendukung pembayaran, serta menerima pembayaran terhadap 1.010.000 set APD merek BOH0 sebesar Rp 711.284.704.680 (Rp 711 miliar) untuk PT PPM dan PT EKI," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.

Jaksa mengatakan PT EKI tidak memiliki izin penyalur alat kesehatan (IPAK). Selain itu, PT EKI dan PT PPM juga tidak menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga ke PPK pada kesepakatan negosiasi APD.

Jaksa mengatakan Satrio menerima Rp 59,9 miliar dan Ahmad menerima Rp 224,1 miliar dalam kasus ini. Kerugian keuangan negara disebut mencapai Rp 319 miliar.

"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu telah memperkaya diri terdakwa (Satrio Wibowo) sebesar Rp 59.980.000.000, Ahmad Taufik sebesar Rp 224.186.961.098, PT Yoon Shin Jaya sebesar Rp 25.252.658.775, dan PT GA Indonesia sebesar Rp 14.617.331.956, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319.691.374.183 berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP tentang Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Kementerian Kesehatan RI menggunakan Dana Siap Pakai pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (DSP BNPB) Tahun 2020 Nomor PE.03.03/SR/SP-680/D5/02/2024 tanggal 8 Juli 2024," ujar jaksa.

(mib/rfs)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |