Terdakwa Sebut Surat Dakwaan Kasus Korupsi Minyak Mentah Cerita Fiksi

2 weeks ago 13

Jakarta -

Mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN), Riva Siahaan, menyebut uraian surat dakwaan perbuatan Riva yang menyebabkan kerugian negara Rp 285 triliun dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah hanya cerita fiksi. Tim kuasa hukum Riva menilai uraian dakwaan tidak masuk akal.

"Padahal tidak ada uraian sebab akibat dan kesalahan dari perbuatan Terdakwa secara pribadi, terdorong untuk menyimpang, dari perintah jabatan dalam perusahaan atas kepada kerugian negara itu. Karena itu, kerugian keuangan negara sebagai akibat perbuatan Terdakwa menjadi seperti suatu cerita fiksi, yang tidak masuk akal untuk Terdakwa, padahal peradilan membutuhkan fakta, bukan fiksi," kata tim kuasa hukum Riva Siahaan saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (16/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kuasa hukum Riva mengatakan asas praduga tidak bersalah dan penyelesaian melalui hukum administrasi seharusnya juga diterapkan dalam kasus ini. Pihak Riva menyinggung sanksi administrasi berupa pencopotan Hendri Antoro dari jabatan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar) terkait kasus korupsi barang bukti robot trading.

"Seharusnya selalu dikedepankan asas praduga tak bersalah dan mengacu asas hukum yang harus ditaati seperti di atas, yakni penyelesaian melalui hukum administrasi, sebagaimana dalam kasus Eks Kajari Jakbar yang terbukti menerima uang dari perkara robot trading, tapi tidak didakwa dan diselesaikan secara administratif, dengan alasan tidak ada berniat jahat, sebagaimana terdakwa dalam perkara a quo juga tidak memiliki niat jahat," ujarnya.

Pihak Riva mengatakan belum ada keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait penyalahgunaan wewenang dalam kasus ini. Pihak Riva juga mengatakan tidak ada niat jahat atau mens rea dari Riva dalam kasus ini.

"Dalam proses penyelidikan dan kemudian penuntutan perkara ini, belum pernah ada hasil pemeriksaan atau keputusan administratif dari APIP maupun putusan PTUN yang menyatakan bahwa benar terdapat kesalahan administratif atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Terdakwa," ujarnya.

Lebih lanjut, tim kuasa hukum Riva mengatakan surat dakwaan jaksa tidak cermat, tidak jelas, dan kabur. Menurut tim hukum Riva, surat dakwaan itu cacat formil.

"Oleh karena itu, penyelidikan dan penuntutan sebagaimana surat dakwaan tim jaksa penuntut umum mengandung catat formil sehingga dakwaan prematur," ujarnya.

Dalam surat dakwaan, kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 285 triliun. Ada dua hal yang diduga menjadi pokok permasalahan, yaitu terkait impor produk kilang atau bahan bakar minyak (BBM) serta terkait penjualan solar nonsubsidi.

Berikut detail perhitungan kerugian negaranya:

1.⁠ ⁠Kerugian Keuangan Negara

•⁠ ⁠USD 2.732.816.820,63 atau USD 2,7 miliar atau Rp 45.091.477.539.395 atau Rp 45,1 triliun (Kurs Rp 16.500)
• Rp 25.439.881.674.368,30 atau Rp 25,4 triliun

Atau totalnya Rp 70.531.359.213.763,30 (Rp 70,5 triliun)

2.⁠ ⁠Kerugian Perekonomian Negara

•⁠ ⁠Kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut sebesar Rp 171.997.835.294.293 atau Rp 172 triliun
• Keuntungan ilegal yang didapat dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri sebesar USD 2.617.683.340,41 atau USD 2,6 miliar atau Rp 43.191.775.117.765 atau Rp 43,1 triliun (kurs Rp 16.500 ribu)

Atau totalnya Rp 215.189.610.412.058 (Rp 215,1 triliun).

Nah dari kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara maka didapatkan Rp Rp 285.969.625.213.821,30 atau Rp 285 triliun lebih. Namun penghitungan ini menggunakan kurs rata-rata saat ini, tentunya jumlah itu akan berbeda apabila Kejagung menggunakan kurs lain.

(mib/whn)

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |