Jakarta -
Akademikus dan Filsuf Indonesia, Rocky Gerung, mengapresiasi langkah Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho yang membekukan penggunaan sirene dan rotator berlebihan di jalan raya. Rocky menilai Kakorlantas bijak mendengar aspirasi warga.
"Pada akhirnya kita menemukan kejujuran dan kebijaksanaan oleh Kakorlantas pak Agus, yaitu membekukan sirene tetot-tetot segala macam," ujar Rocky kepada wartawan, Rabu (24/9/2025).
Rocky menyoroti makna filosofis sirene yang dalam mitologi Yunani berarti bujuk rayu dengan suara merdu. Namun, ketika bunyi itu mendominasi kota, yang terjadi bukan lagi ketertiban, melainkan kebisingan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Suara merdu bila dipaksakan jadi kebisingan. Pak Agus tepat, sebelum dituntut publik lebih jauh, kepolisian berani mengevaluasi diri. Hasilnya, hentikan penggunaan sirene sembarangan," tegasnya.
Menurut Rocky, langkah cepat Kakorlantas dalam merespons masalah sirene tersebut merupakan bentuk kepekaan terhadap kegelisahan masyarakat. Sirene yang digunakan tanpa aturan bukan sekadar membisingkan, tetapi juga menjadi pemicu stres harian bagi pengguna jalan.
"Mereka yang memanfaatkan fasilitas itu membuat publik terganggu. Setiap hari orang jadi stres di jalan hanya karena tetot-tetot," tambahnya.
Lebih jauh, Rocky mengajak seluruh pihak untuk menghargai ruang publik dengan cara yang lebih beradab. Jalan raya, katanya, bukan arena pamer kekuasaan, melainkan ruang peradaban.
"Sirene mestinya bunyi merdu, bukan menakutkan. Saya setuju bahwa tetot-tetot dihentikan mulai hari ini. Selanjutnya kita ingin mendengar nyanyian masyarakat sipil bahwa jalan raya artinya jalan peradaban," tutur Rocky.
Sebelumnya, Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho membekukan sementara penggunaan sirene dan strobo saat pengawalan kendaraan pejabat negara. Irjen Agus juga melarang penggunaan sirene pada saat-saat tertentu, seperti pada saat azan berkumandang.
Arahan Irjen Agus ini merespons positif kritik dan masukan masyarakat terkait pengawalan lalu lintas. Irjen Agus meminta jajarannya mengedepankan humanisme sesuai dengan program Polantas Menyapa yang digagasnya.
"Saat sore atau malam atau adanya suara azan agar jangan menggunakan sirene," kata Agus Suryonugroho, dalam keterangannya, Sabtu (20/9).
Kakorlantas menekankan penggunaan sirene hanya boleh dilakukan pada kondisi tertentu yang benar-benar membutuhkan prioritas.
"Kalaupun digunakan, sirene itu untuk hal-hal khusus, tidak sembarangan. Sementara ini sifatnya imbauan agar tidak dipakai bila tidak mendesak," ujarnya.
(ygs/hri)