Jakarta -
Ridwan Manantik dan seni lukis memang tak bisa dipisahkan. Sejak kecil, ia sudah akrab dengan kuas dan cat dari sang kakak yang kerap membelikannya alat-alat gambar. Kegemaran ini kemudian berlanjut menjadi profesi Ridwan sejak 1995.
"Memang saya dari kecil itu nggak punya cita-cita lain, kecuali menjadi pelukis," ucap Ridwan di program Sosok detikcom.
Berkat melukis, Ridwan hidup makmur. Ia rutin menggelar pameran dan bergabung di kegiatan-kegiatan seni. Ridwan mengaku, karya lukis lah yang menghidupinya dan keluarga hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski kini Ridwan sukses sebagai pelukis, ia pernah mengalami kesulitan di masa lalu. Tahun 1983, Ridwan hidup di jalanan, tepatnya di emperan toko-toko sekitar Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Kehidupan yang sulit memang membuat Ridwan tak mampu melakukan banyak hal. Namun, Ridwan masih punya mimpi besar, ia ingin membangun ruang kreatif untuk banyak orang.
"Saya ingat dalam hati kecil itu, cita-cita itu pengen punya ruang berbagi lah, ya. Punya rumah, punya tempat yang bisa ditempati banyak orang," kenang Ridwan.
Cita-cita Ridwan pun terwujud perlahan. Tahun 1998, Ridwan membangun Rumah Anak Bumi, suatu ruang kreatif untuk mengasah bakat seni dan kesadaran lingkungan anak-anak sekitar Parung Panjang, Bogor.
Menggunakan lahan di rumahnya sendiri, Ridwan mengajar anak-anak sekitar untuk melukis, menggambar, hingga membuat anyaman dan wayang. Tak hanya itu, Ridwan juga mengajarkan anak-anak untuk mencintai lingkungan dengan mengajak membersihkan sungai bersama.
"Bagi saya, mereka mampu mengeksplor dirinya, mampu membuat apapun itu sesuai dengan passion mereka, saya pikir itu sebagai awal, ya. Karena bagi saya, belajar adalah bermain. Bermain adalah belajar. Itu, mereka belajar dari proses. Karena kalau kita kebiri prosesnya, mereka tidak tahu lagi arah dan tujuan hidupnya seperti apa," jelas Ridwan.
Hampir 27 tahun mengelola Rumah Anak Bumi, tentu bukan perjalanan yang mudah bagi Ridwan. Beberapa kali ia mendapat cibiran dari orang-orang yang meragukan niat baiknya.
"Tantangannya lumayan di masyarakat ini. Salah persepsi, iya. Artinya gini, Saya dianggapnya 'menjual' anak. Memanfaatkan anak-anak. Mungkin karena mereka tidak tahu apa yang anaknya lakukan di sini. Tapi saya, ya, saya tidak perlu menjawab itu. Bekerja saja sesuai dengan apa yang kita mau, apa yang kita bisa," ucap Ridwan.
Persoalan finansial juga bisa jadi hambatan bagi Ridwan. Tak bisa dipungkiri, menjalankan Rumah Anak Bumi juga membutuhkan biaya yang tak sedikit. Apalagi, semua kegiatan di Rumah Anak Bumi tidak dipungut biaya.
Namun, Ridwan tak berkecil hati. Ia tak keberatan merogoh kocek pribadi untuk keberlanjutan ruang kreatif yang sudah diimpi-impikannya sejak muda ini.
"Saya jarang cari sponsor. Sponsornya Tuhan," kelakar Ridwan.
"Saya tidak berpikir bahwa semua apapun itu modalnya harus uang. Modalnya harus semangat dulu. Pikir apa yang kita lakukan, ya jalan aja," lanjutnya.
(nel/ppy)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu