Pemerintah berencana memangkas penyaluran LPG 3 Kg tak sampai tingkat pengecer, kini penyaluran hanya sampai pangkalan. Rencana kebijakan tersebut mendapat sorotan dari anggota DPR di Senayan, Jakarta.
Dari wacana itu membuat kondisi warga kini harus membeli LPG 3 Kg ke pangkalan karena tak ada di pengecer atau warung. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan kondisi tersebut bukan kelangkaan tabung gas LPG 3 Kg.
"Kelangkaan daripada LPG itu sebenarnya nggak ada, nggak ada. Kenapa? Karena semua kebutuhan dari tahun 2024 ke 2025, volumenya sama, dan kami siapkan sekarang," kata Bahlil kepada wartawan di kawasan Bogor, Jawa Barat, Minggu (2/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahlil menjelaskan yang terjadi saat ini bukanlah kelangkaan, tapi proses perubahan dari pengecer menjadi pangkalan. Menurutnya, pemerintah telah menganalisa dan menunjukkan bahwa masih terjadi kenaikan di tingkat pengecer yang memberatkan masyarakat.
Ketum Partai Golkar itu mengatakan saat ini pemerintah sedang merancang aturan agar status para pengecer bisa diubah menjadi pangkalan supaya masyarakat bisa mendapatkan harga yang sesuai saat membeli langsung di pangkalan.
"Itulah kemudian kami berpikir bahwa harus masyarakat kita bagaimana mensosialisasikan ini, untuk ngambilnya jangan di pengecer, tapi di pangkalan. Supaya apa? Harganya tidak mahal, harganya sesuai dengan apa yang diatur oleh pemerintah," ucapnya.
Selain itu, Bahlil menjelaskan bahwa upaya perubahan dari status pengecer menjadi pangkalan sedang dalam pembahasan. Hal ini diyakini akan mempermudah masyarakat dalam memperoleh LPG 3 kg dengan tetap mendapatkan harga yang sesuai.
"Ya memang kalau pengecer-pengecer yang jauh, saya lagi membuat aturan agar mereka statusnya dinaikkan menjadi pangkalan. Tidak menjadi pengecer. Lagi saya atur sekarang," ujar Bahlil.
"Memang saya tahu ini pasti ada terjadi dinamika dikit, tapi ini penyesuaian. Tapi ingat, pemerintah punya niat baik kepada rakyat," imbuhnya.
Mensesneg Prasetyo Hadi turut menanggapi terkait kebijakan tidak ada lagi pengecer tabung gas LPG 3 Kg. Prasetyo mengatakan pemerintah ingin merapikan penerima subsidi LPG 3 Kg.
"Ya kan memang begini ya. Pertama adalah semua memang harus kita rapikan ya. LPG 3 Kg ini kan adalah, ada subsidi di situ dari pemerintah," kata Prasetyo di gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta Pusat, Sabtu (1/2).
Prasetyo berharap penerima LPG 3 Kg merupakan pihak-pihak yang berhak. Pras menegaskan kebijakan tidak ada lagi pengecer LPG 3 Kg bukan untuk mempersulit masyarakat.
"Sehingga kita berharap yang namanya subsidi ya, kita penginnya diterima oleh yang berat kan kira-kira begitu. Jadi bukan untuk mempersulit, tidak," ujarnya.
"Tapi kita cuma mau merapikan semuanya. Supaya subsidi itu jauh lebih tepat sasaran," sambungnya.
Anggota DPR Minta Ditinjau Ulang
Warga Pamulang antre untuk membeli LPG 3 Kg. (Andhika Prasetia/detikcom)
"Penjelasan dari Kementerian ESDM sangat penting untuk meredam kebingungan dan kegundahan warga serta menegaskan bahwa penjualan LPG 3 kg tetap masih bisa dilakukan melalui pangkalan-pangkalan resmi dari agen-agen penjualan," kata Eddy kepada wartawan, Senin (3/2).
Anggota Komisi XII DPR Fraksi PAN ini menegaskan penataan harus dilakukan terhadap para pengecer yang selama ini keberadaannya paling dekat dengan hunian masyarakat. Menurutnya, pengecer sebaiknya tetap bisa menjual LPG 3 kg dengan pendataan yang benar.
"Penataan penting dan sebaiknya dilakukan segera agar para pengecer tetap bisa menjual LPG 3 kg melalui sistem pendataan dan pengawasan yang ketat," ungkap Eddy.
"Kehadiran pengecer penting agar masyarakat tidak perlu menghabiskan ongkos membeli LPG 3 kg di agen-agen penjualan yang sangat mungkin lokasinya jauh dari tempat tinggal warga," tambahnya.
Eddy menyebutkan ketetapan harga penjualan LPG 3 kg di pengecer kadangkala memang bisa berbeda-beda. Ia menegaskan, jika ada pelaku yang berlaku nakal, izin alokasi penjualan untuk dicabut.
"Namun jika para pengecer ini terdaftar resmi dan terpantau aktivitas jual belinya secara digital, pemerintah bisa mengontrol aktivitas penjualan dan masyarakat tidak akan terkendala membeli LPG 3 kg di lingkungan tempat tinggalnya," kata Eddy.
"Jika dalam praktiknya diketahui ada pengecer-pengecer yang 'nakal' dan menjual LPG 3 kg di luar ketentuan yang telah ditetapkan, berikan sanksi berupa pencabutan alokasi LPG 3 kg dan umumkan kepada warga sekitar," tambahnya.
Eddy menilai keberadaan usaha LPG 3 kg langsung menyentuh kebutuhan masyarakat. Namun produk subsidi ini perlu diawasi distribusinya lantaran rawan penyalahgunaan.
"Dari tahun ke tahun volumenya naik dan sekitar 70-75% LPG ini kita impor sehingga menguras devisa. Karena itu, menggugurkan keikutsertaan para pengecer dalam mendistribusikan LPG 3 kg sebaiknya dipertimbangkan ulang," kata Eddy.
Waketum PAN ini mengusulkan tata cara penjualan LPG 3 kg dievaluasi dengan memperbaiki data penerima subsidi, menentukan sistem penyaluran subsidinya dan memperketat sistem pengawasannya di lapangan. Eddy juga menyarankan pengecer LPG 3 kg untuk didaftarkan secara resmi.
"Karena pengecer umumnya adalah pelaku UMKM, tidak ada salahnya jika mereka didaftarkan secara resmi, diberikan pelatihan bahkan penghargaan jika berkinerja baik dan jujur," imbuhnya.
Dinilai Bukan Salah Penyaluran
Warga Bandung antre membeli LPG 3 Kg. (Nur Khansa Ranawati/detikJabar)
Ketua DPP Partai Demokrat sekaligus anggota Komisi VI DPR, Herman Khaeron, turut menyoroti distribusi LPG 3 Kg mesti melalui pangkalan. Herman mengatakan aturan itu perlu dikaji ulang lantaran bisa menyulitkan masyarakat.
"Menurut saya ini harus dikaji ulang. Karena yang salah kan bukan persoalan penyaluran sampai tingkat penerima dikarenakan oleh aturannya. Misalkan aturannya harus sampai tingkat pangkalan, bukan," kata Herman kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (3/2).
Herman mengatakan alasan pemerintah meniadakan LPG 3 kg di pengecer lantaran harga yang dipatok tak sesuai. Menurutnya, hal itu mesti ditertibkan, bukan justru menghilangkan eceran LPG di warung-warung.
"Tetapi ini kan oleh pelanggarannya. Misalkan sudah ditetapkan harga eceran tertinggi (HET). Sekarang berapa? Rp 18 ribu ya? Ya Rp 18 ribu misalkan harga eceran tertingginya. Nah kemudian ditemukan harga tersebut naik di tingkat pengecer toko atau warung menjadi harga Rp 25 ribu," ujar Herman.
"Ya jelas memang melanggar terhadap harga eceran tertinggi. Justru ini yang harus ditertibkan. Bukan ditertibkan barang itu disalurkan melalui warungnya. Karena ini merupakan subordinasi dari pangkalan," lanjutnya.
Herman mengatakan wajar bila masyarakat menyebutkan ada kelangkaan LPG 3 kg lantaran mesti disalurkan melalui pangkalan. Herman meminta pemerintah mempertimbangkan keterjangkauan masyarakat di daerah.
"Maka itu ya, saat ini berita di berbagai tempat ada kelangkaan-kelangkaan ya pasti langka, karena dengan pelarangan terhadap penjualan gas LPG yang ada di warung-warung, toko-toko sebagai subordinasi dari pangkalan, ini juga pada akhirnya semua tidak bisa menyalurkan," ucap Herman.
"Oleh karena itu, ya pasti langka. Nah bukan masalah langka gas melonnya, tapi langka di warung-warungnya. Sehingga mereka harus membeli ke pangkalan. Namun demikian, tentu harus dipertimbangkan oleh pemerintah, bukan hanya persoalan ketersediaan tapi juga keterjangkauan," tambahnya.
Saksikan Live DetikPagi :
(rfs/whn)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu