Pengamat Nilai RKUHAP 2025 dan KUHP Nasional Tak Sinkron

1 day ago 5

loading...

Rancangan Kitab Umum Hukum Acara Pidana (RKUHAP) 2025 dinilai belum selaras dengan Kitab Umum Hukum Pidana (KUHP) Nasional. Foto: Ist

JAKARTA - Rancangan Kitab Umum Hukum Acara Pidana (RKUHAP) 2025 dinilai belum selaras dengan Kitab Umum Hukum Pidana (KUHP) Nasional. Sejumlah subtansi yang tidak selaras di antaranya ultimum remedium, pedoman pemidanaan, serta sinkronisasi dalam pelaksanaan pidana dan tindakan, ketidakterpaduan antara penyidikan dan penuntutan.

Karena itu, RKUHAP 2025 dianggap tidak mampu menjamin keadilan dan hak asasi manusia dalam setiap proses hukum.

Baca juga: Penerapan Dominus Litis dalam RKUHAP Perlu Kehati-hatian

Pakar Hukum Peradilan Anak dari Universitas Binus Ahmad Sofian menyoroti bahwa meskipun dalam penjelasan RKUHAP 2025 disebutkan sistem yang dianut adalah integrated criminal justice system, namun pada kenyataannya hubungan antarinstitusi penegak hukum masih berjalan sendiri-sendiri.

Dominasi Polri sebagai penyidik utama dinilainya menimbulkan ketimpangan dengan PPNS dan penyidik lain yang mengganggu prinsip sistem peradilan pidana terpadu.

“Di sisi lain, pasal-pasal yang mengatur kewenangan penyidik seperti Pasal 7 ayat (1) dan ayat (5) memberikan keleluasaan yang sangat besar untuk melakukan penghentian penyidikan, bahkan tanpa pelibatan jaksa. Ini menandakan bahwa penuntutan belum dipahami sebagai lanjutan dari proses penyidikan yang terkoordinasi secara substansial dan bukan sekadar administratif,” terang Sofian, Rabu (28/5/2025).

Beberapa ketentuan RKUHAP 2025 diingatkan juga memungkinkan penyidik Polri menghentikan penyidikan tanpa melibatkan jaksa dan memberi ruang dominasi dalam mekanisme pemberian izin upaya paksa oleh penyidik non-Polri.

“Ini tidak mencerminkan sistem terpadu melainkan sistem subordinatif yang membuka ruang konflik kewenangan dan pengabaian prinsip checks and balances,” katanya.

Pendapat tersebut disampaikan Ahmad Sofian dalam Seminar Nasional “Menakar Keselarasan Pengaturan Upaya Paksa dan Pemidanaan dalam RKUHAP 2025 dengan Tujuan dan Pedoman Pemidanaan KUHP Nasional” yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (FH UNDIP) bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (ASPERHUPIKI) pada 26 Mei 2025.

Dalam seminar tersebut, Sofian melemparkan kritikan tajam pada definisi penyelidikan dan penyidikan dalam Pasal 1 angka 8 dan angka 5 RKUHAP.

“Proses penyelidikan sebagaimana dijelaskan dalam RKUHAP tampak tidak sederhana karena dalam praktiknya telah merambah ke wilayah penyidikan. Banyak tindakan dalam tahap penyelidikan yang seharusnya masuk kategori penyidikan, termasuk penerapan upaya paksa. Namun, tidak ada mekanisme pengawasan dalam tahap ini,” ucapnya.

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |