Menangis Baca Pleidoi, Eks Dirut ASDP Cerita Kondisi Keluarga Saat Kecil

3 hours ago 1
Jakarta -

Mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi menangis di persidangan. Ira menangis saat menceritakan kondisi keterbatasan yang harus dihadapi keluarganya sejak ia kecil.

"Kehidupan keluarga kami lebih sulit lagi begitu ayah meninggal. Ibu dan lima anaknya masih harus bersekolah, harus pindah dan menumpang di rumah kakak yang berdinas di TNI AL. Dengan uang seadanya, ibu membangun bangunan tambahan yang menempel pada ruang utama rumah. Beberapa sisi dinding rumah tidak berplester, talangnya juga bocor dan kami tidak pernah punya uang untuk memperbaikinya," kata Ira sambil menangis saat membaca pleidoi pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/11/2025).

Ira mengatakan nilai profesional sudah diasah orang tuanya sejak ia masih kecil. Dia mengatakan ibunya selalu menekankan pentingnya pendidikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat musim hujan, kami tidak bisa tidur nyenyak karena harus siaga menjaga ember-ember penampung bocoran air hujan. Meskipun penuh kesulitan, ibu selalu menekankan pentingnya pendidikan. Ketika masih TK, saya pernah mogok sekolah karena ditinggal oleh teman," kata Ira menangis.

"Ibu saya begitu marah dan terlihat kecewa seraya berkata, 'Kalau kamu tidak mau sekolah, kamu mau jadi apa?' Sejak itu Yang Mulia, saya tidak pernah sama sekali membolos, baik dalam bersekolah maupun bekerja. Saat sakit pun dan masih bisa berjalan, saya pasti tetap bekerja. Selama 7 tahun di ASDP, saya hanya pernah cuti sakit sekali saat COVID," tambahnya.

Ira mengatakan tak punya kendaraan untuk transportasi saat masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Dia mengatakan sejak SD sudah menjadi andalan ibunya untuk mengelola belanja mingguan keluarga.

"Kadang-kadang saya juga bisa mendapatkan uang belanja tambahan dengan membantu koperasi sekolah dan berjualan pakaian kepada teman-teman dari barang-barang yang saya dapatkan dengan modal kepercayaan saja," ujarnya.

Ira mengatakan nilai integritas, kompetensi, dan akuntabilitas sudah ditanamkan orang tuanya sejak kecil. Dia menuturkan nilai profesional itu menjadi kunci keberhasilan transformasi ASDP yang ditopang digitalisasi pelayanan dan proses bisnis.

"Dalam berkarier boleh dikatakan saya tidak pernah melamar melainkan selalu diminta bekerja. Nilai yang ditanamkan keluarga sejak saya kecil ternyata nilai profesional di dunia kerja berupa integritas, kompetensi, hingga akuntabilitas," kata Ira.

"Nilai dan sikap profesional itu yang menjadi kunci keberhasilan transformasi ASDP yang ditopang melalui digitalisasi pelayanan dan proses bisnis. Dengan digitalisasi, kami pun bisa menaikkan remunerasi karyawan hingga 30 sampai 40% yang membuat potensi korupsi dapat sangat ditekan," tambahnya.

Ira mengklaim tak ada bukti korupsi yang ia lakukan dalam perkara ini. Dia mengatakan surat dakwaan jaksa hanya framing jahat terhadapnya.

"Kami bertiga difitnah seolah-olah membeli kapal-kapal tua dengan harga kemahalan. Padahal yang dibeli bukan kapal, namun 100% saham perusahaan yang memiliki going concern atau sedang beroperasi. Bila benar telah terjadi dugaan tindakan pidana korupsi, penyelidikan yang sudah berjalan sekitar 1,5 tahun tentunya telah menemukan buktinya. Faktanya, bukti tersebut tidak pernah ada," ujarnya.

Ira mengatakan nilai kerugian keuangan negara yang tercantum dalam laporan penghitungan kerugian negara tertanggal 28 Mei 2025 dalam perkara ini bukan dari BPK RI atau BPKP. Dia mengatakan perhitungan itu dari KPK yang baru selesai pada akhir Mei 2025 atau 3 bulan setelah penahanannya.

"Perhitungan kerugian keuangan negara yang tidak benar itu dibuat oleh ahli akuntansi forensik dari internal KPK dengan menyandarkan pada hasil perhitungan dosen konstruksi perkapalan. Keduanya tidak memiliki kompetensi karena tidak memiliki sertifikat resmi sebagai penilai publik sebagaimana dipersyaratkan oleh Peraturan Menteri Keuangan," ujarnya.

Ira mengatakan nilai triliunan kerugian negara yang dituduhkan jaksa tidak masuk akal. Dia mengklaim kerja sama akuisisi ini menguntungkan kedua pihak termasuk ASDP.

"Dengan demikian, akuisisi ini sangat menguntungkan bagi ASDP dan negara. Mendapat 53 kapal dengan izin operasi sekaligus di saat peluang mendapatkan izin baru tertutup adalah satu kesempatan langka, sulit terjadi lagi di masa depan. Ini adalah keadaan yang kami sebut dengan now or never," ujar Ira.

"Lonjakan 70% unit kapal komersial berguna untuk bisnis maupun penguatan layanan di daerah 3T tidak ternilai harganya. Tetapi framing sudah dilakukan. Kerugian keuangan negara pun direka-reka hingga lahir angka sangat besar yaitu 1,253 triliun, seolah-olah akuisisi ini rugi 98,5% dan kemahalan 6.600%, angka yang sangat fantastis dan sulit diterima akal," imbuhnya.

Lebih lanjut, Ira mengaku merasa dikriminalisasi dalam perkara ini. Dia berharap majelis hakim akan menjatuhkan putusan yang adil untuknya.

"Adapun putusan persidangan, saya percayakan sepenuhnya pada majelis hakim Yang Mulia selaku wakil Tuhan dalam perkara ini. Saya percaya kebeningan hati nurani majelis hakim akan mengantarkan kami pada keadilan dan kebenaran yang sebenar-benarnya," harapnya.

Ira Puspadewi dituntut 8,5 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019-2022. Jaksa menyakini Ira bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dalam kasus tersebut.

"Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan pertama," kata jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (30/10).

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun dan 6 bulan," imbuh jaksa.

Jaksa juga menuntut Ira membayar denda Rp 500 juta. Jika denda tidak dibayar, diganti dengan pidana 4 bulan kurungan.

"Menghukum Terdakwa membayar denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," ujar jaksa.

(mib/rfs)


Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |