Manfaatkan Medsos, Ini Cara Puspenkum Kejagung Sebarkan Informasi

3 hours ago 2

Jakarta -

Media sosial menjadi senjata komunikasi publik Kejaksaan Agung. Melalui Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum), berbagai platform digital dikelola dengan strategi berbeda untuk menjangkau generasi muda hingga masyarakat umum.

Kabid Hubungan Media dan Kehumasan Puspenkum Kejagung RI, Irwan Datuiding, mengatakan pihaknya menggunakan pendekatan multi-kanal agar pesan kejaksaan bisa diterima luas.

"Kami menggunakan media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter, Youtube untuk menjangkau kalangan muda seperti gen Z. Untuk masyarakat yang belum mempunyai akses internet, kami kerja sama dengan radio lokal dan media cetak," ujar Irwan dalam keterangannya, Selasa (26/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasubid Media Massa dan Media Sosial Puspenkum Kejagung, Febrian Rizku Akbar, menjelaskan setiap platform yang digunakan memiliki karakter berbeda sehingga strategi pengelolaannya tidak bisa disamaratakan. Menurutnya, Instagram lebih banyak dipakai untuk infografis dan tampilan visual, sementara X fokus pada konten naratif.

"Di sini kita melihat tren. Tren untuk infografis tentu kita akan utamakan di Instagram, sedangkan untuk naratif itu ada di X. Dengan TikTok kita brandingnya sedikit berbeda daripada Instagram dan X," kata Febri.

Febri menyebut TikTok menjadi ruang untuk pendekatan lebih personal. Melalui konsep Employee-Generated Content (EGC), atau strategi konten TikTok yang melibatkan karyawan, penyampaian bisa dikemas lebih humanis dan santai.

"Kita menggunakan teknik EGC yang mana itu pendekatan dari personal, brand personal itu kita coba lebih dekatkan dengan masyarakat dengan cara penyampaian yang berbeda," jelasnya.

Berbeda dengan Instagram yang menuntut formalitas karena dianggap sebagai etalase resmi institusi, TikTok Kejaksaan Agung justru memberi keleluasaan untuk tampil lebih cair.

"Kalau di Instagram kan centang biru, jadi kita tidak bisa yang informal, kiita harus jaga formalitas. Marwah kita itu, kita ini kejaksaan, sebagai lembaga hukum. Tapi kalau di TikTok kita lebih humanis lagi, penyampaian yang lebih santai dan bisa lebih mudah diterima oleh masyarakat," jelasnya.

Ia menambahkan, segmentasi audiens turut memengaruhi gaya komunikasi karena setiap media sosial memiliki karakteristik yang berbeda.

"Kalau di TikTok kita menggunakan distribusinya ke audience yang lebih ke Gen Z dan sebagainya. Kalau Instagram kita lebih mengarah ke milenial dan eye-catching sehingga enak dipandang. Kalau X itu (fokusnya) full di naratif," jelasnya.

Selain medsos, Puspenkum juga mengembangkan kanal digital lain, mulai dari YouTube, podcast, hingga radio streaming Sound of Justice.

"Dan kita sendiri juga mempunyai podcast sendiri, ada Sound of Justice. Kita punya radio tentang suara keadilan. Semua itu menjadi penghubung bagi kita dengan masyarakat," ujar Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna.

Dengan strategi digital ini, Puspenkum tidak hanya menyampaikan informasi hukum, tetapi juga membangun interaksi dua arah dengan masyarakat. Kritik, masukan, dan pertanyaan publik di media sosial dijadikan bahan evaluasi agar komunikasi kejaksaan semakin dekat dengan masyarakat.

detikcom bersama Kejaksaan Agung menghadirkan program khusus yang mengungkap realita penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Program ini tidak hanya menyorot upaya insan kejaksaan dalam menuntaskan kasus, namun juga mengungkap kisah dari dedikasi dan peran sosial para jaksa inspiratif.

Program ini diharapkan membuka cakrawala publik akan arti pentingnya institusi kejaksaan dalam kerangka pembangunan dan penegakan supremasi hukum di masyarakat. Saksikan selengkapnya di sini.

(akn/ega)

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |