Jakarta -
Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat menjerat lima tersangka termasuk mantan Dirjen di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Jaksa mengungkap perbuatan para tersangka itu telah merugikan negara hingga ratusan miliar.
"Perhitungan sementara yang dilakukan oleh penyidik diperoleh angka ratusan miliar," kata Kajari Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra dalam jumpa pers di Kejari Jakpus, Kamis (22/5/2025).
Safrianto menerangkan saat ini pihaknya masih menunggu penghitungan kerugian negara resmi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pihaknya akan segera menyampaikan ke publik setelah penghitungan kerugian selesai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk kepastiannya kita tunggu perhitungan resmi dari auditor BPKP dan nanti akan kami sampaikan pada masyarakat dan rekan-rekan media," katanya.
Safrianto menambahkan kerugian negara bisa saja bertambah. Saat ini, kata Safrianto, kerugian sementara kasus ini berkisar ratusan miliar.
"Bisa saja perhitungan sementara penyidik sesuai dengan perhitungan BPKP, bisa saja bertambah, bahkan bisa saja total loss," ujarnya.
"Kita tunggu agar pasti dan jelas jadi untuk sementara kita sampaikan sudah ada kerugian keuangan negara dan perhitungan smentara ratusan miliar," tambahnya.
5 Tersangka
Jaksa telah menetapkan 5 tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah:
1. Semuel Abrizani Pangerapan (SAP), Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika periode 2016-2024
2. Bambang Dwi Anggono (BDA), selaku Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah Pada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kemenkominfo periode 2019-2023.
3. Nova Zanda atau NZ, selaku penjabat membuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang atau jasa dan Pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020 sampai dengan 2024,
4. lfi Asman (AA) selaku Direktur Bisnis PT Aplika Nusa Lintas Arta periode 2014-2023
5. Pini Panggar Agusti (PPA) selaku Account Manager PT Dokotel Teknologi (2017-2021).
Kasus ini bermula ketika adanya Peraturan Presiden Nomer 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik, yang mengamanatkan dibentuknya sebuah Pusat Data Nasional (PDN). Hal itu dilakukan agar pengelolaan data terintegrasi secara mandiri.
"Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomer 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik, yang mengamanatkan dibentuknya sebuah Pusat Data Nasional (PDN) sebagai pengelolaan data terintegrasi secara mandiri dan sebagai infrastruktur SPBE Nasional," kata Safrianto.
Namun dalam perjalanannya tepatnya di 2019, Kominfo jutru membentuk Pusat Data Nasional yang bersifat sementara, di mana hal itu bertentangan dengan Perpres tersebut. Rupanya, kata Safrianto, hal itu hanya akal-akalan para tersangka untuk memperoleh untung.
"Pada tahun 2019 Kementerian Komunikasi dan Informatika justru membentuk Pusat Data Nasional Sementara dengan nomenklatur dalam DIPA Tahun 2020 adalah Penyediaan Jasa Layanan Komputasi Awan 2020 ,yang tidak sesuai dengan tujuan Perpres Nomor 95 Tahun 2018," ujarnya.
"Di mana dalam pelaksanaan dan pengelolaannya akan selalu tergantung kepada pihak swasta. Perbuatan tersebut dilakukan demi memperoleh keuntungan oleh para tersangka yang dilakukan dengan pemufakatan untuk pengkondisian pelaksanaan kegiatan Pusat Data Nasional Sementara," sambungnya.
Tak hanya itu, ada kongkalikong pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta. Bahkan, kata Safrianto, barang yang digunakan untuk layanan PDNS tidak memenuhi spesifikasi.
"Dalam pelaksanaannya perusahaan pelaksana justru mensubkon kan kepada perusahaan lain dan barang yang digunakan untuk layanan tersebut tidak memenuhi spesifikasi teknis," katanya.
Safrianto menyebut para tersangka sengaja menggunakan barang yang tidak sesuai spesifikasi agar bisa mendapat keuntungan. Nantinya keuntungan itu digunakan untuk menyuap pejabat di Kominfo.
"Hal ini dilakukan agar para pihak mendapatkan keuntungan dan mendapatkan kickback melalui suap di antara pejabat Kominfo dengan pihak pelaksana kegiatan," ujarnya.
Safrianto mengatakan proyek PDNS ini menelan biaya Rp 959.485.181.470. Rinciannya yakni:
- Tahun 2020 Rp 60.378.450.000,
- Tahun 2021 Rp 102.671.346.360
- Tahun 2022 Rp 188.900.000.000
- Tahun 2023 Rp 350.959.942.158
- Tahun 2024 Rp 256.575.442.952
Seperti diketahui, saat ini Kominfo sudah berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Pengondisian ini disebut berlangsung selama 5 tahun.
Simak Video: Menkomdigi Dukung Dugaan Korupsi PDNS Diusut Tuntas
(whn/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini