Kisah di Balik Satbravo 90 Kopasgat, Pasukan Antiteror dan Sabotase TNI-AU

2 weeks ago 12

Jakarta -

Bila Kopassus (TNI-AD) dan Marinir (TNI-AL) masing-masing memiliki Satgultor 81 dan Denjaka, di Kopasgat TNI-AU juga memiliki satuan antiteror, yakni Satuan Bravo 90 (Satbravo 90). Satuan ini diresmikan pada 16 Seotember 1990 saat Kopasgat dipimpin Marsekal Pertama TNI Maman Suparman.

Namun yang menjadi penggagasnya adalah Direktur Operasi Puspaskhas Letkol Budhy Santoso dan koleganya Dandepolat Letkol Psk Letkol Wahyu Widjojo.

"Ide awal pembentukan Bravo ketika saya diminta menyiapkan rencana, sebetulnya bukan untuk menjadi pasukan antiteror. Saya tidak tertarik antiteror saat itu karena semua mau buat pasukan seperti itu. Silakan saja," ungkap Budhy saat berbincang dengan detikcom di kediamannya belum lama ini. Budhy menegaskan Satuan Bravo sejatinya adalah untuk merusak dan menghancurkan kekuatan udara lawan ketika masih berada di darat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini merujuk pemikiran Jenderal Giulio Douhet dari Italia dalam bukunya yang masyhur, 'Command of the Air'. Di dalam buku yang terbit pada 1921 dan direvisi pada 1927 itu, Douhet menyatakan, "Lebih mudah dan lebih efektif menghancurkan kekuatan udara lawan dengan cara menghancurkan pangkalan atau instalasi serta alutsistanya di darat daripada harus bertempur di udara."

Kesimpulan itu dibuat Douhet setelah mengamati berbagai pertempuran selama Perang Dunia I dan II hingga akhir 1980-an. Dia mencatat, setidaknya dilakukan 645 kali dalam sepuluh konflik antara tahun 1940 dan 1992, yang menghancurkan atau merusak lebih dari 2.000 pesawat.

Berlandaskan pemikiran Douhet tersebut, Budhy menekankan spesifikasi Satbravo yang berbeda dengan satuan lainnya. "Saya bilang, Bravo itu beda. Antiteror hanya satu kemampuan saja, tapi intinya adalah sabotase," tegas Budhy yang pensiun dengan pangkat Marsekal Madya (Bintang Tiga) dan jabatan terakhir Sekretaris Militer Presiden, 1998-2001.

Kolonel (Purn) Wahyu Widjojo dan Marsdya (Purn) Budhy SantosoKolonel (Purn) Wahyu Widjojo dan Marsdya (Purn) Budhy Santoso Foto: (Dok Istimewa)

Kata 'Bravo' yang berarti 'terbaik' didapat Budhy saat mengikuti pendidikan Total Defence and Protection di Yugoslavia. Karena dari seluruh peserta cuma dia yang mendapat nilai tertinggi, Jenderal Ismailnovich saat menyalami, berujar "Bravo Budhy, Bravo, Bravo." Pujian inilah yang diingat Budhy saat diminta membuat satuan khusus yang kemudian diberi nama Detasemen Bravo.

Melalui seleksi yang dipimpin Lettu Suhardi, dari 70 prajurit Paskhas akhirnya terpilih 30 prajurit untuk dididik dan dilatih sebagai anggota Satbravo. Waktu itu kepada Perwira Psikologi Lanud Husein Sastranegara yang membantu perekrutan, Budhy cuma berujar singkat, "Carikan saya anggota yang siap untuk mati."

Tim bentukan baru ini kemudian dititipkan di Depodiklat Paskhas untuk pembinaan. Dalam proses adaptasi dengan lingkungan yang sudah ada, diakui bahwa Tim Bravo tidak langsung mendapatkan perhatian. Kehadirannya seperti sepotong kayu di lautan, kadang tampak kadang hilang ditelan ombak. Selama itu pula, Bravo seperti anak kecil yang beranjak remaja, terkesan malu tampil di publik. Sekitar tahun 1995, pembinaannya sempat dialihkan di bawah Wing Pendidikan Paskhas, di bawah Satuan Demonstrasi, dan Latihan Depodiklat Paskhas (Satdemolat).

"Kalau sekarang dari perbincangan dengan generasi penerus tentu sudah berkembang sangat pesat, dan terlibat dalam berbagai operasi," ujar Budhy.
Secara umum, kelebihan Satbravo dibandingkan pasukan khusus lainnya adalah kemampuan mengoperasikan pangkalan udara termasuk bandara komersil, dan memahami seluk beluk beragam pesawat.

Komandan Satbravo yang pertama, Yudi Bustami, dalam perjalanan kariernya mencapai posisi puncak menjadi Komandan Kopasgat ke-30, November 2023 - Januari 2025. Penggantinya, Marsdya Deny Muis juga pernah memimpin SatBravo, 2004 - 2006.

"Suatu hari, Direktur Operasi Puspaskhas (Kopasgat) Letkol Wahyu Widjojo menginformasikan bahwa saya tengah disiapkan menjadi Komanan Bravo," ungkap Yudi Bustami dalam biografi 'Ini Jalan Jingga Saya' yang terbit Agustus 2025.

Sebagai salah seorang penggagas Satbravo bersama Budhy Santoso, Wahyu memberi perhatian khusus bagi kelangsungan organisasi baru ini. "Pak Wahyu mengucurkan dana pembinaan dari anggaran Staf Operasi," imbuh Yudi.

(jat/rdp)

Read Entire Article
Pembukuan | Seminar | Prestasi | |