Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita sejumlah aset senilai Rp 35 miliar milik mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar. Penyitaan dilakukan terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Zarof sebagai tersangka.
Aset yang disita itu berupa dua bidang tanah dan bangunan serta lima bidang tanah kosong yang terletak di Pekanbaru, Riau. Seluruh tanah itu bukan atas nama Zarof, melainkan anak-anaknya.
"Tim penyidik Kejaksaan Agung telah melaksanakan penyitaan dan pemasangan plang sita terhadap sejumlah aset milik tersangka ZR yang berada di Kota Pekanbaru, Riau, pada Rabu, 10 September 2025," kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (18/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anang mengatakan dua bidang tanah dan bangunan yang di sita terletak di Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru, Riau. Tanah dan bangunan itu atas nama anak Zarof yang berinisial RBP.
Kemudian, tiga bidang tanah kosong yang disita juga terletak di kecamatan yang sama. Tanah itu atas nama anak Zarof lainnya yang berinisial DCA.
Sementara dua bidang tanah kosong lainya terletak di Kecamatan Bina Widya, Pekanbaru, Riau. Tanah ini juga diatasnamakan anak Zarof, RBP.
"Total keseluruhan aset yang disita mencapai 13.362 meter persegi atau setara dengan 1,362 hektare dan dengan nilai estimasi yang disita dari tujuh aset tersebut diperkirakan sekitar Rp 35,182 miliar," jelas Anang.
Sebagai informasi, Zarof Ricar ditetapkan tersangka oleh Kejagung pada perkara dugaan TPPU pada 28 April 2025. Zarof awalnya ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait pengurusan vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam perkara tewasnya Dini Sera.
Zarof Ricar telah divonis hukuman 16 tahun penjara dan dinyatakan bersalah melakukan permufakatan jahat dan menerima gratifikasi terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti.
Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat hukuman Zarof Ricar menjadi 18 tahun penjara. Hakim pada tingkat banding menyatakan perbuatan Zarof mengakibatkan prasangka buruk seolah-olah hakim mudah disuap dan diatur menggunakan uang.
Hakim pada tingkat banding juga menyatakan Zarof tidak bisa membuktikan sumber duit Rp 915 miliar dan emas logam mulia 51 kg. Dalam putusan banding ini, Zarof juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
"Menimbang bahwa dalam persidangan Terdakwa juga tidak membuktikan barang bukti a quo yang disita diperoleh bukan dari suatu tindak pidana," ujar hakim.
Zarof juga ditetapkan sebagai tersangka suap dan permufakatan jahat pada kasus di Pengadilan Tinggi Jakarta tahun 2003-2005 dengan dua tersangka lainnya, yakni Lisa Rachmat dan Isodorus Iswardojo. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka Rabu (9/7).
Zarof bersama dua tersangka lain diduga bersepakat melakukan suap di tingkat banding dalam pengurusan perkara di Pengadilan Tinggi Jakarta. Atas bukti-bukti yang ditemukan terkait suap tersebut, ketiganya ditetapkan sebagai tersangka.
Jumlah suap mencapai Rp 6 miliar di tingkat Pengadilan Tinggi, sementara di tingkat kasasi Rp 5 miliar.
(ond/haf)